Rabu, 30 Maret 2016

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TRAUMA THORAX


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Trauma toraks masih merupakan masalah yang sangat signifikan dari morbiditas dan mortalitas yang terjadi di Amerika Serikat. Trauma toraks merupakan penyebab kematian dan diperkirakan sekitar 150.000 kasus kematian per tahun yang terjadi akibat trauma toraks. Prevalensi umur paling banyak terjadi pada usia kurang dari 40 tahun.
Sedangkan insiden penderita trauma toraks di Amerika Serikat diperkirakan 1 dari 4 kematian disebabkan karena trauma toraks. Kematian yang disebabkan oleh trauma toraks sebesar 20%-25% dari seluruh kasus trauma yang menyebabkan kematian. Hanya 15%-30% penderita trauma tumpul toraks yang memerlukan tindakan operasi, jadi sebagian besar hanya memerlukan tindakan sederhana untuk menolong korban dari ancaman kematian.
                 Penyebab terbanyak dari trauma tumpul toraks seperti yang terjadi di Negara-negara maju seperti Amerika Serikat masih didominasi oleh korban kecelakaan lalu lintas 70%-80%. Pada tahun 2003 insiden trauma tumpul toraks sebanyak 94,8% sedangkan sisanya sebanyak 4,6% adalah trauma tajam. Di Amerika serikat tercatat 372 kasus trauma toraks per tahun dimana 27% disertai cedera ekstremitas, 24% disertai cedera traktus digestivus dan 15% yang disertai cedera otak. Di RS.Dr. Soetomo Surabaya tercatat 149 kasus trauma toraks per tahun dimana 19% disertai cedera ekstremitas, 14% disertai cedera otak dan 9% yang disertai cedera traktus digestivus. Sedangkan di RS. Cipto Mangunkusumo FKUI Jakarta tercatat sejak tahun 1981 insiden trauma toraks adalah sebesar 16,8% dari seluruh kasus trauma. Dimana trauma tumpul 8% dan trauma tajam 8,8%. Sedangkan etiologi penyebab trauma toraks di Jakarta adalah akibat kecelakaan lalu lintas 63%-78%.

B.       Tujuan Penulisan
1.         Tujuan Umum
Mahasiswa dapat melakukan Asuhan Keperawatan pada klien dengan trauma dada, mengetahui konsep medis dari penyakit trauma dada.
2.         Tujuan Khusus
Secara khusus “Konsep keperawatan klien dengan trauma dada”, ini disusun supaya :
a.    Mahasiswa dapat mengetahui tentang pengertian, penyebab, klasifikasi, tanda dan gejala, patofisiologi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, serta proses keperawatan yang akan dijalankan.
b.    Mahasiswa dapat mengidentifikasi Asuhan Keperawatan pada klien dengan trauma dada.
c.    Mahasiswa dapat mengidentifikasi pendidikan kesehatan yang diperlukan pada pasien yang dirawat dengan trauma dada.
d.   Agar makalah ini dapat menjadi bahan ajar bagi mahasiswa lainnya tentang berbagai hal yang berhubungan dengan Trauma Dada.

C.      Manfaat Penulisan
1.         Akademik
Dapat digunakan sebagai sumber informasi bagi institusi dalam meningkatkan  mutu pendidikan pada masa yang akan datang.
2.         Rumah Sakit
Dapat menjadi masukan bagi pihak Rumah Sakit dalam meningkatkan  mutu pelayanan dalam penerapan asuhan keperawatan.
3.         Klien dan Keluarga
Dapat meningkatkan pengetahuan  klien dan keluarga  tentang bagaimana penanganan terhadap trauma toraks khususnya dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
4.         Tenaga Kesehatan
Memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama pendidikan dalam penerapan asuhan keperawatan Trauma toraks dengan gangguan Kedaruratan system I.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.       Konsep Dasar Medis
1.         Pengertian

a.         Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan system pernafasan.
b.        Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau bennda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut.
c.         Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Hudak, 1999).
d.        Trauma dada adalah trauma tajam atau tumpul thorax yang dapat menyebabkan tamponade jantung, pneumothorax, hematothorax, dan sebagainya (FKUI, 1995).
Penyebab utama cidera pada dada adalah kecelakaan kendaraan bermotor missal, sepeda motor atau mobil, pukulan benda-benda tumpul pada dada atau akibat terjatuh juga dapat menyebabkan cidera dada nonpenetrasi. Luka penetrasi umumnya diakibatkan oleh tusukan senjata tajam atau luka akibat tembakan.

2.         Anatomi Fisiologi
Untuk kasus trauma thorax / dada, setidaknya terdapat 3 bagian / organ yang perlu
dipelajari secara sistematis, yaitu rongga thorax, paru-paru dan jantung.
a.         Rongga Thorax
Rongga Thorax tersusun atas jaringan tulang dan otot (Muskuloskeletal), yang membentuk suatu rongga (Cavum). Didalam rongga thorax terdiri dari beberapa organ vital yaitu ; jantung yang merupakan organ utama pada sistem kardiovaskuler, dan paru-paru yang juga merupakan organ utama pada sistem pernapasan.
Rangka thorax dibentuk oleh columna vertebralis, tulang costa, cartilago costa, dan sternum. Costa terdiri dari 12 pasang tulang rusuk, dimana dari 12 pasang tersebut terbagi menjadi : 7 pasang costa sejati, 3 pasang costa palsu, dan 2 pasang costa melayang. Tulang-tulang tersebutlah yang melindungi cavum thorax dan beberapa organ didalamnya.
Rongga ini dilapisi oleh tiga otot yang menyerupai dinding otot abdomen. Ketiga otot tersebut yaitu ;
1)        M. Intercostalis Externus
Otot ini berjalan mengisi rongga intercostalis dari vertebra posterior sampai di perbatasan kostokondral di anerior, kemudian otot ini terus berjalan ke depan sebagai membran yang tipis, secara kasat mata, otot ini akan terlihat seperti huruf V.
2)        M. Intercostalis Internus
Otot ini berjalan mengisi rongga intecostalis dari sternum sampai ke angulus costa kemudian berjalan ke belakang sebagai suatu membran yang tipis, secara kasat mata, otot ini akan terlihat seperti huruf “A”
3)      M. Intercostalis Intima (terdalam)
Nervus intercostal adalah rami anterior primer dari n. Segmentalis torakalis. Hanya enam nervus teratas yang berjalan dalam rongga intercostalis, sisanya masuk ke dalam dinding anterior abdomen. Nervus intercostal berjalan melewati 11 costa, sedangkan costa ke 12 dilewati oleh nervus subcosta. Adapun cabang-cabang Nervus Intercostalis adalah :
a)         Cabang kolateral yang menyuplai otot di rongga intercostalis (juga disuplai oleh n. Intercostalis utama).
b)        Cabang sensoris dari pleura (nervus atas) dan peritonium (Nervus bawah ).
Yang merupakan perkecualian adalah :
1)      Nervus Inercostalis ke-1 bergabung dengan pleksus brakialis dan tidak memiliki cabang kutaneus anterior.
2)      Nervus Intercostalis ke-2 bergabung dengan Nervus Cutaneus medialis dilengan melalui cabang Nervus Interkostobrakialis, oleh karena itu nervus ini menyuplai kulit ketiak dan sisi medial lengan.
b.        Paru-Paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung-gelembung (alveoli). Alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Banyaknya alveoli ± 700.000.000 buah paru-paru kiri dan kanan. Paru-paru di bagi 2, yaitu paru-paru kanan yang terdiri dari 3 lobus yaitu : lobus pulmo dextra superior, lobus media dan lobus inferior. Paru-paru kiri hanya terdiri dari 2 lobus karena berbatasan langsung dengan organ jantung didalam rongga thorax. Adapun kedua lobus tersebut yaitu : pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior dan 5 buah segmen pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis dn 3 buah segmen pada lobus inferior. Organ ini terletak pada rongga dada yang menghadap ke tengah rongga dada. Paru-paru di bungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi 2, yaitu pleura visceral dan pleura parietal (Martini, 2000).
Menurut Tambayong (2001), proses pernapasan dapat dibagi atas empat kriteria yaitu :
1)        Ventilasi pulmonal yang artinya masuk dan keluarnya udara dari atmosfir ke bagian alveolus
2)        Difusi Oksigen dan Karbondioksida yang masuk dari udara yang masuk ke pembuluh darah disekitar alveoli
3)        Transportasi oksigen dan karbondioksida oleh darah ke sel
4)        Pengaturan Ventilasi.
Pernafasan paru-paru merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadai di paru-paru. Oksigen di ambil melalui mulut dan hidung pada waktu bernafas dimana oksigen masuk melalui trakea sampai ke alveoli berhubungan dengan darah dalam kapiler pulmonal, alveoli memisahkan oksigen dari darah, oksigen menembus membrane, dan diambil oleh sel darah merah di bawa ke jantung  dari jantung di pompakan ke seluruh tubuh. Ada 4 proses yang berhubungan dengan pernafasan paru-paru :
1)        Ventilasi pulmoner, gerakan pernafasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara luar.
2)        Arus darah melalui paru-paru, darah mengandung oksigen masuk ke seluruh tubuh, karbondioksida dari seluruh tubuh masuk ke paru-paru.
3)        Distribusi arus udara dan arus darah dengan jumlah yang tepat untuk di capai semua bagian.
4)        Difusi gas yang menembus membrane alveoli dan kapiler karbondioksida lebih mudah berdifusi dari pada oksigen.


c.         Jantung
Menurut Martini. (2001), jantung merupakan sebuah organ muskuler berongga
yang terdiri dari otot-otot. Otot jantung merupakan jaringan istimewa karena jika dilihat dari bentuk dan susunannya sama dengan otot serat lintang, dan cara kerjanya dipengaruhi oleh susunan saraf otonom atau diluar kemauan kita.
Jantung terletak dirongga dada sebelah depan (cavum mediastinum anterior), sebelah kiri bawah dari pertengahan rongga dada, diatas diafragma, dan pangkalnya terdapat dibelakang kiri antara costa V dan VI, dua jari dibawah papila mamae. Pada tempat ini teraba adanya denyutan jantung yang disebut iktuscordis. Ukuran jantung + sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya kira-kira 250 – 300 gram. Organ ini tersusun atas tiga lapisan, yaitu lapisan pembungkus (Perycardium), lapisan otot (Myocardium), dan lapisan terdalam (Endocardium) yang terdiri dari jaringan endotel atau selaput lendir yang melapisi permukaan rongga jantung. Pada bagian dalam jantung inilah terdapat 4 ruang / rongga, yaitu atrium kanan, atrium kiri, ventrikel kanan dan ventrikel kiri. Keempat ruang ini dihubungkan dengan keberadaan katup Atrioventrikularis dan katup Semilunaris.
Curah jantung adalah volume darah yang disemprotkan oleh setiap ventrikel setiap menit. Dua penentu curah jantung adalah kecepatan denyut jantung (denyut per menit) dan volume sekuncup (volume darah yang dipompa per denyut). Pada keadaan normal (fisiologis) jumlah darah yang dipompakan oleh ventrikel kiri dan ventrikel kanan sama besarnya bila tidak demikian maka akan terjadi penimbunan darah di tempat tertentu, misalnya bila jumlah darah yang dipompakan ventrikel kanan lebih besar dari ventrikel kiri maka jumlah darah tidak dapat diteruskan oleh ventrikel kiri ke peredaran darah sistemik sehingga terjadi penimbunan darah di paru-paru.
Jumlah yang dipompakan ventrikel dalam satu menit disebut curah jantung dan jumlah darah yang dipompakan ventrikel pada setiap kali sistol disebut isi sekuncup. Secara normal pada setiap sistol ventrikel tidak terjadi pengosongan total dari ventrikel, hanya sebagian dari isi ventrikel yang dikeluarkan. Curah jantung pada pria dewasa dalam keadaan istirahat+ 5 liter dan dapat turun atau naik pada berbagai keadaan.
Preload adalah jumlah atau volume darah saat pengisian kembali ke atrium kanan melewati vena cava superior dan vena cava inferior sedangkan Afterload adalah jumlah atau volume darah dalam sekali pompa oleh ventrikel kiri keseluruh tubuh.
3.         Etiologi
a.         Tamponade Jantung
Disebabkan luka tusuk dada yang tembus ke mediastinum/ daerah jantung.
b.        Hematotoraks
Disebabkan luka tembus toraks oleh benda tajam, traumatic atau spontan.
c.       Pneumothoraks
Spontan (bula yang pecah), trauma (penyedotan luka rongga dada, iatrogenic (“pleural tap”, biopsy paru-paru, insersi CVP, ventilasi dengan tekanan positif).
4.         Klasifikasi
Trauma dada diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu :
a.         Trauma Tajam
1)        Pneumothoraks terbuka
2)        Hemothoraks
3)        Trauma tracheobronkial
4)        Contusion paru
5)        Ruptur diafragma
6)        Trauma mediastinal

b.        Trauma Tumpul
1)      Tension pneumothoraks
2)      Trauma Tracheobronkhial
3)      Fail chest
4)      Ruptur diafragma
5)      Trauma mediastinal
6)      Fraktur kosta
5.         Mekanisme Trauma Dada
a.         Akselerasi
Kerusakan yang terjadi merupakan akibat langsung dari penyebab trauma. Gaya perusak berbanding lurus dengan massa dan percepatan (akselerasi) sesuai dengan hukum Newton II (Kerusakan yang terjadi juga bergantung pada luas jaringan tubuh yang menerima gaya perusak dari trauma tersebut.
Pada luka tembak perlu diperhatikan jenis senjata dan jarak tembak; penggunaan senjata dengan kecepatan tinggi seperti senjata militer high velocity (>3000 ft/sec) pada jarak dekat akan mengakibatkan kerusakan dan peronggaan yang jauh lebih luas dibandingkan bes
ar lubang masuk peluru.
b.        Deselerasi
Kerusakan yang terjadi akibat mekanisme deselerasi dari jaringan. Biasanya terjadi pada tubuh yang bergerak dan tiba-tiba terhenti akibat trauma. Kerusakan terjadi oleh karena pada saat trauma, organ-organ dalam yang mobile (seperti bronkhus, sebagian aorta, organ visera, dsb) masih bergerak dan gaya yang merusak terjadi akibat tumbukan pada dinding toraks/rongga tubuh lain atau oleh karena tarikan dari jaringan pengikat organ tersebut.
c.         Torsio dan rotasi
Gaya torsio dan rotasio yang terjadi umumnya diakibatkan oleh adanya deselerasi organ-organ dalam yang sebagian strukturnya memiliki jaringan pengikat/fiksasi, seperti Isthmus aorta, bronkus utama, diafragma atau atrium. Akibat adanya deselerasi yang tiba-tiba, organ-organ tersebut dapat terpilin atau terputar dengan jaringan fiksasi sebagai titik tumpu atau porosnya.
Blast injury :
1)      Kerusakan jaringan pada blast injury terjadi tanpa adanya kontak langsung dengan penyebab trauma. Seperti pada ledakan bom.
2)      Gaya merusak diterima oleh tubuh melalui penghantaran gelombang energi.
6.         Faktor yang mempengaruhi trauma dada
a.         Sifat jaringan tubuh
Jenis jaringan tubuh bukan merupakan mekanisme dari perlukaan, akan tetapi sangat menentukan pada akibat yang diterima tubuh akibat trauma. Seperti adanya fraktur iga pada bayi menunjukkan trauma yang relatif berat dibanding bila ditemukan fraktur pada orang dewasa. Atau tusukan pisau sedalam 5 cm akan membawa akibat berbeda pada orang gemuk atau orang kurus, berbeda pada wanita yang memiliki payudara dibanding pria, dsb.
b.      Lokasi
Lokasi tubuh tempat trauma sangat menentukan jenis organ yang menderita kerusakan, terutama pada trauma tembus. Seperti luka tembus pada daerah pre-kordial.
c.         Arah trauma
Arah gaya trauma atau lintasan trauma dalam tubuh juga sangat mentukan dalam memperkirakan kerusakan organ atau jaringan yang terjadi.
Perlu diingat adanya efek "ricochet" atau pantulan dari penyebab trauma pada tubuh manusia. Seperti misalnya : trauma yang terjadi akibat pantulan peluru dapat memiliki arah (lintasan peluru) yang berbeda dari sumber peluru sehingga kerusakan atau organ apa yang terkena sulit diperkirakan.
7.         Faktor Pencetus
Beberapa faktor pencetus yang dapat menimbulkan trauma dada antara lain:
a.         Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau tertimpa benda berat.
b.        Pneumothorak terbuka akibat kekerasan (tikaman atau luka tembak)
c.         Fraktur tulang iga
d.        Tindakan medis (operasi)
e.         Pukulan daerah toraks.
f.         Tension pneumothorak-trauma dada pada selang dada, penggunaan therapy ventilasi mekanik yang berlebihan, penggunaan balutan tekan pada luka dada tanpa pelonggaran balutan.

8.         Manifestasi Klinis
a.         Tamponade jantung
b.        Hematotoraks
c.         Pneumothoraks

9.         Patofisiologi
Trauma dada sering menyebabkan gangguan ancaman kehidupan. Luka pada rongga thorak dan isinya dapat membatasi kemampuan jantung untuk memompa darah atau kemampuan paru untuk pertukaran udara dan oksigen darah. Bahaya utama berhubungan dengan luka dada biasanya berupa perdarahan dalam dan tusukan terhadap organ. Hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkan oleh trauma thorax. Hipoksia jaringan merupakan akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan oksigen kejaringan oleh karena hipivolemia ( kehilangan darah ), pulmonary ventilation( contoh kontusio, hematoma, kolaps alveolus ) dan perubahan dalam tekanan intra tthorax ( contoh : tension pneumothorax, pneumothorax terbuka ). Hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh tidak adekuatnya ventilasi akibat perubahan tekanan intra thorax atau penurunan tingkat kesadaran. Asidosis metabolik disebabkan oleh hipoperfusi dari jaringan ( syok ).
Fraktur iga, merupakan komponen dari dinding thorax yang paling sering mengalami trauma, perlukaan pada iga sering bermakna, nyeri pada pergerakan akibat terbidainya iga terhadap dinding thorax secara keseluruhan menyebabkan gangguan ventilasi. Batuk yang tidak efektif intuk mengeluarkan sekret dapat mengakibatkan insiden atelaktasis dan pneumonia meningkat secara bermakna dan disertai timbulnya penyakit paru – paru. Pneumotoraks diakibatkan masuknya udara pada ruang potensial antara pleura viseral dan parietal. Dislokasi fraktur vertebra torakal juga dapat ditemukan bersama dengan pneumotoraks. Laserasi paru merupakan penyebab tersering dari pneumotoraks akibat trauma tumpul. Dalam keadaan normal rongga toraks dipenuhi oleh paru-paru yang pengembangannya sampai dinding dada oleh karena adanya tegangan permukaan antara kedua permukaan pleura. Adanya udara di dalam rongga pleura akan menyebabkan kolapsnya jaringan paru.
Gangguan ventilasi perfusi terjadi karena darah menuju paru yang kolaps tidak mengalami ventilasi sehingga tidak ada oksigenasi. Ketika pneumotoraks terjadi, suara nafas menurun pada sisi yang terkena dan pada perkusi hipesonor. Foto toraks pada saat ekspirasi membantu menegakkan diagnosis. Terapi terbaik pada pneumotoraks adalah dengan pemasangan chest tube pada sela iga ke 4 atau ke 5, anterior dari garis mid-aksilaris. Bila pneumotoraks hanya dilakukan observasi atau aspirasi saja, maka akan mengandung resiko. Sebuah selang dada dipasang dan dihubungkan dengan WSD dengan atau tanpa penghisap, dan foto toraks dilakukan untuk mengkonfirmasi pengembangan kembali paru-paru.
            Anestesi umum atau ventilasi dengan tekanan positif tidak boleh diberikan pada penderita dengan pneumotoraks traumatik atau pada penderita yang mempunyai resiko terjadinya pneumotoraks intraoperatif yang tidak terduga sebelumnya, sampai dipasang chest tube Hemothorax. Penyebab utama dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh darah interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh trauma tajam atau trauma tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan terjadinya hemotoraks.


10.     Pathway



11.     Pemeriksaan Penunjang
a.         Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
b.        Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
c.         Hemoglobin : mungkin menurun.
d.        Pa Co2 kadang-kadang menurun.
e.         Pa O2 normal / menurun.
f.         Saturasi O2 menurun (biasanya).
g.        Toraksentesis : menyatakan darah
h.        Diagnosis fisik :
1)        Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap simtomatik, observasi.
2)        Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase cavum pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan continues suction unit.
3)        Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus dipertimbangkan thorakotomi.
4)        Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800 cc segera thorakotomi.
12.     Pemeriksaan Diagnostik
a.         Anamnesa dan pemeriksaan fisik
Anamnesa yang terpenting adalah mengetahui mekanisme dan pola dari trauma, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kerusakan dari kendaraan yang ditumpangi, kerusakan stir mobil /air bag dan lain lain.
b.        Pemeriksaan foto toraks
Pemeriksaan ini masih tetap mempunyai nilai diagnostik pada pasien dengan trauma toraks. Pemeriksaan klinis harus selalu dihubungkan dengan hasil pemeriksaan foto toraks. Lebih dari 90% kelainan serius trauma toraks dapat terdeteksi hanya dari pemeriksaan foto toraks. 
c.         CT Scan
d.        Ekhokardiografi
e.         Elektrokardiografi
f.         Angiografi
g.        Torasentesis : menyatakan darah/ cairan serosanguinosa.
h.        Hb (Hemoglobin) : Mengukur status dan resiko pemenuhan kebutuhan oksigen jaringan tubuh.

13.     Penatalaksanaan
Penatalaksanaan  yang dapat dilakukan untuk menangani pasien trauma thorax, yaitu :
a.         Bullow  Drainage / WSD
WSD merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah,pus) dari rongga pleura, rongga thorax; dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung.
Indikasi:
1)        Pneumothoraks
2)        Hemothoraks
3)        Thorakotomy
4)        Efusi pleura
5)        Emfiema
Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :
1)        Diagnostik
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shock.
2)        Terapi
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura. Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga “mechanis of breathing” dapat kembali seperti yang seharusnya.
3)        Preventive
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga “mechanis of breathing” tetap baik.
b.        Primary Survey
Yaitu dilakukan pada trauma yang mengancam jiwa, pertolongan ini dimulai dengan menggunakan teknik ABC (Airway, breathing, dan circulation).
c.       Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
1)        Mempertahankan saluran napas yang paten dengan pemberian oksigen
2)        Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien.
d.      Pemasangan infuse
e.       Pemeriksaan kesadaran
f.       Jika dalam keadaan gawat darurat, dapat dilakukan massage jantung.
g.      Dalam keadaan stabil dapat dilakukan pemeriksaan radiology seperti Foto thorak.

Pasien dalam Keadaan Gawat Darurat / Pertolongan Pertama
Pasien  yang diberikan pertolongan pertama dilokasi kejadian maupun di unit gawat darurat (UGD) pelayanan rumah sakit dan sejenisnya harus mendapatkan tindakan yang tanggap darurat dengan memperhatikan prinsip kegawatdaruratan.Penanganan yang diberikan harus sistematis sesuai dengan keadaan masing-masing klien secara spesifik. Bantuan oksigenisasi penting dilakukan untuk mempertahankan saturasi oksigen klien. Jika ditemui dengan kondisi kesadaran yang mengalami penurunan / tidak sadar maka tindakan tanggap darurat yang dapat dilakukan yaitu dengan memperhatikan :
a)         Pemeriksaan dan Pembebasan Jalan Napas (Air-Way)
Klien dengan trauma dada seringkali mengalami permasalahan pada jalan napas. Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan. Mulut dapat dibuka dengan tehnik Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk Pada mulut korban.
b)        Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa pada korban tidak sadar tonus otot-otot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan menutup farink dan larink, inilah salah satu penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas oleh lidah dapat dilakukan dengan cara Tengadah kepala topang dagu (Head tild – chin lift) dan Manuver Pendorongan Mandibula (Jaw Thrust Manuver).
c)         Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Usaha Napas (Breathing)
Kondisi pernapasan dapat diperiksa dengan melakukan tekhnik melihat gerakan dinding dada, mendengar suara napas, dan merasakan hembusan napas klien (Look, Listen, and Feel), biasanya tekhnik ini dilakukan secara bersamaan dalam satu waktu. Bantuan napas diberikan sesuai dengan indikasi yang ditemui dari hasil pemeriksaan dan dengan menggunakan metode serta fasilitas yang sesuai dengan kondisi klien.
d)        Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Siskulasi (Circulation)
e)         Tindakan Kolaboratif
1.         Konservatif
a)        Pemberian Analgetik
b)        Pemasangan Plak / Plester
c)        Jika Perlu Antibiotika.
d)       Fisiotherapy

2.         Operatif/ Invasif
a)        Pamasangan Water Seal Drainage (WSD).
WSD merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah,pus) dari rongga pleura, rongga thorax; dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung.
b)        Indikasi
1)        Pneumothorak
2)        Hemothoraks
3)        Thorakotomy
4)        Efusi pleura
5)        Emfiema
c)        Tujuan
-          Mengeluarkan cairan atau darah, udara dari rongga pleura dan rongga thorak
-          Mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura
-          Mengembangkan kembali paru yang kolaps
-          Mencegah refluks drainage kembali ke dalam rongga dada
d)       Tempat Pemasangan WSD
-            Bagian apex paru (apical)
Ø  anterolateral interkosta ke 1-2
Ø  fungsi : untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura
-            Bagian basal
Ø  postero lateral interkosta ke 8-9
Ø  fungsi : untuk mengeluarkan cairan (darah, pus) dari rongga pleura
f)       Komplikasi Pemasangan WSD
-            Komplikasi primer : perdarahan, edema paru, tension pneumothoraks, atrial aritmia
-            Komplikasi sekunder : infeksi, emfiema
14.     Pencegahan
Pencegahan trauma thorax yang efektif adalah dengan cara menghindari faktor  penyebab nya, seperti menghindari terjadinya trauma yang biasanya banyak dialami  pada kasus kecelakaan dan trauma yang terjadi berupa trauma tumpul serta menghindari kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yag  biasanya disebabkan oleh benda tajam ataupun benda tumpul yang menyebabkan keadaan gawat toraks akut

B.       Konsep Dasar Keperawatan
1.         Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10). Pengkajian pasien dengan trauma thoraks (. Doenges, 1999) meliputi :
a.         Aktivitas / istirahat
Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
b.        Sirkulasi
Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops
c.         Integritas ego
Tanda : ketakutan atau gelisah.
d.        Makanan dan cairan
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.
e.         Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri uni lateral, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajam dan   nyeri, menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher,bahudanabdomen.
Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan wajah.
f.         Pernapasan : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit paru kronis, inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar, keganasan ; pneumothoraks spontan sebelumnya, PPOM. Tanda : Takipnea ; peningkatan kerja napas ; bunyi napas turun atau tak ada ; fremitus menurun ; perkusi dada hipersonan ; gerakkkan dada tidak sama ; kulit pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan ; mental ansietas, bingung, gelisah, pingsan ; penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif.
g.        Keamanan
Gejala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk keganasan.
h.        Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat faktor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah intratorakal/biopsy paru.
Pemeriksaan Fisik
a.         Sistem Pernapasan :
1)        Sesak napas
2)        Nyeri, batuk-batuk
3)        Terdapat retraksi klavikula/dada
4)        Pengambangan paru tidak simetris
5)        Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain
6)        Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani, hematotraks (redup)
7)        Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang berkurang/menghilang
8)        Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas
9)        Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat
10)    Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
b.        Sistem Kardiovaskuler :
1)      Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk
2)      Takhikardia, lemah
3)      Pucat, Hb turun /normal
4)      Hipotensi
c.         Sistem Persyarafan :
Tidak ada kelainan
d.      Sistem Perkemihan :
Tidak ada kelainan
e.         Sistem Pencernaan :
Tidak ada kelainan
f.         Sistem Muskuloskeletal – Integumen
1)        Kemampuan sendi terbatas
2)        Ada luka bekas tusukan benda tajam
3)        Terdapat kelemahan
4)        Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.
g.        Sistem Endokrine :
1)        Terjadi peningkatan metabolisme
2)        Kelemahan.
h.        Sistem Sosial / Interaksi
1)        Tidak ada hambatan.

i.          Spiritual :
1)        Ansietas, gelisah, bingung, pingsan
2.         Diagnosa Keperawatan
a.         Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan nyeri akut.
b.        Nyeri berhubungan dengan adanya cedera dada.
c.         Ketakutan berhubungan dengan  ancaman nyata atau bayangan ancaman terhadap kesejahteraan diri, cedera tiba-tiba, tingkat atau prognosis dari cedera dari yang tidak diketahui.
d.        Hambatan mobilitas : fisik berhubungan dengan nyeri/ ketidaknyamanan, adanya selang dada, jalur intravena.
e.         Defisit perawatan diri berhubungan dengan nyeri/ketidaknyamanan, adanya slang dada, jalur intravena.
f.         Devripasi tidur/ insomnia berhubungan dengan nyeri dan ketidaknyamanan, program pengobatan.
g.        Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan cedera dinding toraks atau jaringan paru, fail chest.



Text Box: 3. Rencana KeperawatanNo.
Diagnosa keperawatan
Tujuan
Intervensi
1.
Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan Nyeri Akut
Defenisi : Inspirasi dan/ atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi yang adekuat.

Batasan Karakteristik :
1.      Dispnea
2.      Napas pendek
3.      Bradipnea
4.      Napas cuping hidung
5.      Takipnea
6.      Penurunan kapasitas vital
7.      Penurunan tekanan inspirasi- ekspirasi
8.      Fase ekspirasi memanjang
Faktor Yang Berhubungan :
1.      Ansietas
2.      Deformitas tulang
3.      Deformitas dinding dada
4.      Hiperventilasi
5.      Nyeri
6.      Kelelahan otot pernapasan
7.      Kerusakan Muskuloskeletal
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, pasien diharapkan menunjukkan status pernapasan: ventilasi tidak terganggu ditandai dengan:

Hasil NOC(Nursing Outcomes Classification) :
1.      Status Respirasi : Ventilasi
2.      Status Tanda Vital
Kriteria Hasil :
1.      Nafas pendek tidak ada
2.      Tidak ada penggunaan otot bantu
3.      Bunyi napas tambahan tidak ada
4.      Ekspansi dada simetris
NIC(Nursing Intervention Classification) :
1.      Manajemen jalan napas: 
2.      Pemantauan pernapasan: 

Aktivitas Keperawatan
1.      Pantau adanya pucat atau sianosis
2.      Pantau efek obat terhadap status respirasi
3.      Tentukan lokasi dan luasnya krepitasi di tulang dada
4.      Kaji kebutuhan insersi jalan napas
5.      Observasi dan dokumentasikan ekspansi dada bilateral pada pasien dengan ventilator
Pemantauan pernapasan (NIC):
a.       Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan usaha respirasi
b.      Perhatikan pergerakan dada, kesimetrisannya, penggunaan otot bantu serta retraksi otot supraklavikular dan interkostal
c.       Pantau respirasi yang berbunyi
d.      Pantau pola pernapasan: bradipnea, takipnea, hiperventilasi, pernapasan Kussmaul, pernapasan Cheyne-Stokes
e.       Perhatikan lokasi trakea
f.       Auskultasi bunyi napas, perhatikan area penurunan sampai tidak adanya bunyi napas atau bunyi napas tambahan
g.      Pantau kegelisahan, ansietas, dan tersengal-sengal
h.      Catat perubahan pada saturasi oksigen dan nilai gas darah arteri
Penyuluhan Untuk Pesien Dan Keluarga :
1.      Ajarkan pada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi untuk meningkatkan pola napas. Spesifikan teknik yang digunakan, misal: napas dalam
2.      Diskusikan perencanaan perawatan di rumah (pengobatan, peralatan) dan anjurkan untuk mengawasi dan melapor jika ada komplikasi yang muncul.
3.      Ajarkan cara batuk efektif
Aktivitas Kolaboratif :
1.      Rujuk pada ahli terapi pernapasan untuk memastikan keadekuatan ventilator mekanis
2.      Laporkan adanya perubahan sensori, bunyi napas, pola pernapasan, nilai AGD, sputum, dst, sesuai kebutuhan atau protokol
3.      Berikan tindakan(misal pemberian bronkodilator) sesuai program terapi
4.      Berikan nebulizer dan humidifier atau oksigen sesuai program atau protokol
5.      Berikan obat nyeri untuk pengoptimalan pola pernapasan, spesifikkan jadwal
 Aktivitas Lain :
1.      Hubungkan dan dokumentasikan semua data pengkajian (misal: bunyi napas, pola napas, nilai AGD, sputum dan efek obat pada pasien)
2.      Ajurkan pasien untuk napas dalam melalui abdomen selama periode distres pernapasan
3.      Lakukan pengisapan sesuai dengan kebutuhan untuk membersihkan sekresi
4.      Minta pasien untuk pindah posisi, batuk dan napas dalam
5.      Informasikan kepada pasien sebelum prosedur dimulai untuk menurunkan kecemasan
6.      Pertahankan oksigen aliran rendah dengan nasal kanul, masker, sungkup. Spesifikkan kecepatan aliran.
7.      Posisikan pasien untuk mengoptimalkan pernapasan. Spesifikkan posisi.
8.      Sinkronisasikan antara pola pernapasan pasien dan kecepatan ventilasi.











No.
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
2.
Nyeri berhubungan dengan adanya cedera dada

Defenisi : Pengalaman Sensori Dan Emosi Yang Tidak Menyenangkan Akibat Adanya Kerusakan Jaringan Yang Aktual Atau Potensial, Atau Digambarkan Dengan Istilah Seperti (International Association for the study of Pain); awitan yang tiba-tiba atau perlahan dengan intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.


Batasan karakteristik :
1.      Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan (nyeri) dengan isyarat
2.      Posisi untuk menghindari nyeri
3.      Perubahan tonus otot (dengan rentang dari lemas tidak bertenaga sampai kaku)
4.      Respon autonomik (misalnya, diaforesis; perubahan ttekanan darah, pernapasan atau nadi; dilatasi pupil)
5.      Perubahan selera makan
6.      Perilaku distraksi (misalnya, mondar-mandir, mencari orang dan/atau aktivitas lain,aktivitas berulang)
7.      Perilaku ekspresif (misalnya, gelisah,merintih, menangis, kewaspadaan berlebihan, peka terhadap rangsang, dan menghela napas panjang)
8.      Wajah topeng (nyeri)
9.      Perilaku menjaga atau sikap melindungi
10.  Bukti nyeri yang dapat diamati
11.  Berfokus pada diri sendiri

Faktor Yang Berhubungan :
Agens-agens penyebab cedera ( misalnya,biologis, kimia, fisik dan psikologis)


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, pasien diharapkan menunjukkan tingkat nyeri tidak terganggu ditandai dengan:

Hasil NOC(Nursing Outcomes Classification) :
1.      Tingkat Nyeri
2.      Pengendalian nyeri

Kriteria Hasil :
1.      Ekspresi nyeri pada wajah tidak ada
2.      Gelisah atau ketegangan otot tidak ada
3.      Merintih dan menangis tidak ada
4.      Gelisah tidak ada
5.      Selalu melaporkan nyeri dapat dikendalikan
6.      Selalu menggunakan tindakan pencegahan
7.      Selalu mengenali awitan nyeri



NIC(Nursing Intervention Classification) :
1.      Manajemen Nyeri :
2.      Bantuan Analgesia :

Aktivitas Keperawatan :
1.      Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau keparahan nyeri, dan factor presipitasinya.
2.      Meminta pasien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan pada skala 0 sampai 10.

Penyuluhan untuk pasien/ keluarga :
1.      Berikan informasi tentang nyeri
2.      Ajarkan penggunaan teknik relaksasi

Aktivitas Kolaboratif :
1.      Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi lebih berat
2.      Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil

Aktivitas lain  :
1.      Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas, bukan pada nyeri dan rasa tidaknyaman dengan melakukan pengalihan melalui televise, radio, tape, dan interaksi dengan pengunjung.
2.      Berikan perawatan dengan tidak terburu-buru, dengan sikap yang mendukung.
3.      Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respons pasien terhadap ketidaknyamanan(misalnya, suhu ruangan, pencahayaan, dan kegaduhan).





No.
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
3.
Ketakutan berhubungan dengan ancaman nyata atau bayangan ancaman terhadap kesejahteraan diri, cedera tiba-tiba, tingkat atau prognosis dari cedera dari yang tidak diketahui.

Defenisi : Respon terhadap persepsi ancaman yang secara sadar dikenali sebagai bahaya.

Batasan Karakteristik :
1.      Cemas
2.      Ketakutan
3.      Menurunnya keyakinan diri
4.      Gelisah
5.      Panik
6.      Khawatir
7.      Stimulus yang dipercaya sebagai ancaman.
8.      Anoreksia
9.      Peningkatan denyut nadi
10.  Pucat
11.  Kekakuan otot
12.  Peningkatan tekanan darah sistolik
13.  Peningkatan frekuensi pernapasan dan napas dangkal.

Faktor yang berhubungan :
1.      Kerusakan Sensorik
2.      Stimulus fobia
3.      Tidak familier dengan pengalaman lingkungan
4.      Kendala Bahasa
5.      Pelepasan alamiah ( neurotransmitter)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, pasien diharapkan menunjukkan tingkat ketakutan tidak terganggu ditandai dengan:

Hasil NOC(Nursing Outcomes Classification) :
1.      Tingkat ketakutan
2.      Pengendalian diri terhadap ketakutan

Kriteria Hasil :
1.      Selalu mencari informasi untuk menurunkan ketakutan
2.      Selalu mengendalikan respon ketakutan
3.      Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan ketakutan
4.      Selalu menghindari sumber ketakutan
5.      Selalu mempertahankan control terhadap kehidupan


NIC(Nursing Intervention Classification) :
1.      Peningkatan koping :
2.      Teknik penenangan :
3.       Pengurangan ansietas :

Aktivitas keperawatan :
1.      Nilai pemahaman pasien terhadap proses penyakitnya.
2.      Kaji respon takut subjektif dan objektif pasien.

Penyuluhan untuk pasien/keluarga :
1.      Jelaskan semua pemeriksaan dan pengobatan kepada pasien/keluarga
2.      Bantu klien membedakan antara ketakutan rasional dan yang tidak rasional.


Aktivitas Kolaboratif :
1.      Kaji kebutuhan untuk layanan social atau intervensi psikiatrik.
2.      Dorong diskusi antar pasien dan dokter tentang ketakutan pasien.

Aktivitas lain :
1.      Nilai dan diskusikan respon alternative terhadap situasi.
2.      Gunakan pendekatan yang tenang dan menyenangkan.
3.      Dukung untuk menyatakan perasaan, persepsi dan ketakutan secara verbal.
4.      Kurangi stimulasi dalam lingkungan yang dapat disalah interpretasikan sebagai ancaman.


No.
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
4.
Hambatan mobilitas : fisik berhubungan dengan nyeri/ ketidaknyamanan, adanya selang dada, jalur intravena

Defenisi : Keterbatasan dalam, pergerakan fisik mandiri dan terarah pada tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.

Batasan Karakteristik :
1.      Dispnea saat beraktivitas
2.      Kesulitan membolak balik posisi tubuh
3.      Melambatnya pergerakan
4.      Gerakan tidak teratur atau tidak terkoordinasi
5.      Keterbatasan rentang pergerakan sendi
6.      Pergerakan menyentak
7.      Perubahan cara berjalan
8.      Tremor yang diinduksi oleh pergerakan

Faktor yang berhubungan :
1.      Perubahan metabolism sel
2.      Gangguan kognitif
3.      Penurunan kekuatan, kendali atau masa otot
4.      Keterlambatan perkembangan
5.      Ketidaknyamanan
6.      Intoleransi aktivitas dan penurunan kekuatan dan ketahanan.
7.      Kaku sendi atau kontraktur
8.      Hilangnya integritas struktur tulang
9.      Nyeri

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, pasien diharapkan menunjukkan tingkat mobilitas tidak terganggu ditandai dengan:

Hasil NOC(Nursing Outcomes Classification) :
1.      Mobilitas
2.      Performa mekanika tubuh
3.      Ambulasi

Kriteria Hasil :
1.      Tidak mengalami gangguan keseimbangan
2.      Kordinasi baik
3.      Tidak mengalami gangguan Performa posisi tubuh
4.      Tidak ada masalah dalam pergerakan sendi dan otot
5.      Berjalan tidak ada gangguan
6.      Bergerak dengan mudah
7.      Meminta bantuan untuk aktivitas mobilisasi,jika diperlukan
8.      Memperlihatkan penggunaan alat bantu secara benar dengan pengawasan

NIC(Nursing Intervention Classification) :
1.      Pengaturan Posisi :Mengatur posisi pasien atau bagian tubuh pasien secara hati-hati untuk meningkatkan kesejahteraan fisiologis dan psikologis.

Aktivitas keperawatan tingkat 1 :
1.      Ajarkan menggunakan postur dan mekanika tubuh yang benar saat melakukan aktivitas
2.      Berikan penguatan positif selama aktivitas
3.      Rujuk ke ahli terapi fisik untuk program latihan.

Aktivitas keperawatan tingkat 2 :
1.      Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif atau pasif untuk mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
2.      Ajarkan teknik ambulasi dan berpindah yang aman.

Aktivitas keperawatan tingkat 3 dan 4 :
1.      Berikan analgesic sebelum memulai latihan fisik.
2.      Dukung pasien dan keluarga untuk memandang keterbatasan dengan realistis.
3.      Tentukan tingkat motivasi pasien untuk mempertahankan atau mengembalikan mobilitas sendi dan otot.




No.
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
5.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan nyeri/ketidaknyamanan, adanya selang dada, jalur intravena.
Defenisi : Hambatan kemampuan untuk melakukan atau memenuhi aktifitas mandi/hygiene.

Batasan Karakteristik :
1.      Ketidakmampuan untuk (meakukan tugas-tugas berikut ) :
a.       Mengakses kamar mandi
b.      Mengeringkan badan
c.       Mengambil perlengkapan mandi
d.      Mendapatkan sumber air
e.       Membersihkan tubuh (atau anggota tubuh).

Faktor yang berhubungan :
1.      Penurunan motivasi
2.      Kendala lingkungan
3.      Nyeri
4.      Ansietas hebat
5.      Kelemahan
6.      Kerusakan neuromuscular
7.      Gangguan musculoskeletal
8.      Gangguan presepsi atau kognitif
9.      Ketidak mampuan untuk merasakan bagian tubuh.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, pasien diharapkan menunjukkan tingkat mobilitas tidak terganggu ditandai dengan:

Hasil NOC(Nursing Outcomes Classification) :
1.      Perawatan diri : aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS)
Kriteria hasil :
1.      Mandi tidak terganggu
2.      Hygiene tidak terganggu
3.      Tidak ada gangguan untuk hygiene oral.
NIC(Nursing Intervention Classification) :
1.      Mandi
2.      Pemeliharaan kesehatan mulut
3.      Perawatan ostomi
4.      Bantuan perawatan diri, mandi/hygiene

Aktivitas Keperawatan :
1.      Pantau kebersihan kuku, sesuai kemampuan perawatan diri pasien.
2.      Pantau adanya perubahan kemampuan fungsi


Penyuluhan untuk pasien/ keluarga :
1.      Ajarkan pasien/keluarga penggunaan metode alternative untuk mandi dan hygiene oral.

Aktivitas kolaboratif :
1.      Tawarkan pengobatan nyeri sebelum mandi
2.      Gunakan ahli fisioterapi dan terapi okupasi sebagai sumber - sumber dalam merencanakan tindakan perawatan pasien.

Aktivitas lain :
1.      Berikan bantuan sampai pasien benar-benar mampu melaksanakan perawatan diri
2.      Libatkan keluarga dalam pemberian asuhan
3.      Letakan sabun, handuk, diedoran, alat cukur, dan peralatan lain yang dibutuhkan disamping tempat tidur atau dikamar mandi.










No.
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
6.
Devripasi tidur/insomnia berhubungan dengan nyeri dan ketidaknyamanan program pengobatan.

Defenisi : Periode waktu yang lama tanpa tidur ( terputusnya kesadaran yang relative yang periodic dan alami secara terus menerus.

Batasan karakteristik :
1.      Ansietas
2.      Mengantuk disiang hari
3.      Keletihan halusinasi
4.      Peningkatan sensitivitas terhadap nyeri
5.      Ketidakmampuan untuk konsentrasi
6.      Malaise
7.      Penurunan kemampuan fungsi
8.      Lesu
9.      Letargi
10.  Gelisah
11.  Reaksi lambat
12.  Tremor pada tangan
Faktor yang berhubungan :
1.      Perubahan tahap tidur yang berhubungan dengan proses penuaan
2.      Ketidakadekuatan aktivitas di siang hari.
3.      Demensia
4.      Hipersomnolen system saraf pusat idiopatik
5.      Ketidaknyamanan fisik yang lama
6.      Apnea tidur
7.      Ereksi yang nyeri terkait tidur
8.      Stimulasi lingkungan yang terus menerus.
9.      Ketidaknyamanan psikologis yang lama.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, pasien diharapkan menunjukkan devpripasi tidur tidak terganggu ditandai dengan:

Hasil NOC(Nursing Outcomes Classification) :
1.      Kesetimbangan alam perasaan.
2.      Istirahat
3.      Tidur
4.      Keparahan gejala
Kriteria Hasil :
1.      Perasaan segar setelah tidur
2.      Pola dan kualitas tidur tidak terganggu
3.      Rutinitas tidur baik
4.      Jumlah waktu tidur yang terobservasi
5.      Terjaga pada waktu yang tepat
6.      Melaporkan penurunan gejala deprivasi tidur
7.      Mengidentifikasi factor yang dapat menimbulkan deprivasi tidur.
NIC(Nursing Intervention Classification) :
1.      Manajemen energi
2.      Manajemen medikasi
3.      Manajemen alam perasaan
4.      Peningkatan tidur

Aktivitas keperawatan :
1.      Kaji adanya gejala deprivasi tidur

Penyuluhan untuk pasien/keluarga :
1.      Ajarkan dampak apnea tidur pada keamanan dan kondisi psikologis
2.      Ajarkan pasien dan keluarga tentang faltor yang mengganggu tidur

Aktivitas kolaboratif :
1.      Diskusikan dengan dokter tentang pentingnya merevisi program obat jika bat tersebut menimbulkan gangguan tidur
2.      Diskusikan dengan dokter tentang penggunaan obat tidur yang tidak menekan tidur REM
3.      Lakukan perujukan yang diperlukan untuk penanganan gejala deprivasi tidur yang parah.


Aktivitas lain :
1.      Tangani gejala Deprivasi tidur, sesuai dengan kebutuhan.




No.
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
7.
Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan cedera dinding toraks atau jaringan paru, fail chest.
Defenisi : Penurunan simpanan energy yang mengakibatkan ketidakmampuan individu untuk mempertahankan pernapasan yang adekuat untuk mendukung hidup.

Batasan karakteristik :
1.      Ketakutan
2.      Dispnea
3.      Penurunan kerja sama
4.      Penurunan SaO2
5.      Penurunan PO2
6.      Penurunan volume tidal
7.      Peningkatan frekuensi jantung
8.      Peningkatan laju metabolic
9.      Peningkatan PCO2
10.  Peningkatan kegelisahan
11.  Peningkatan penggunaan otot bantu pernapasan.

Faktor yang berhubungan :
1.      Faktor-faktor metabolic
2.      Keletihan otot pernapasan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, pasien diharapkan gangguan ventilasi tidak terganggu ditandai dengan:

Hasil NOC(Nursing Outcomes Classification) :
1.      Respon alergik : sitemik
2.      Respon ventilasi mekanis : orang dewasa
3.      Status pernapasan : pertukaran gas
4.      Status pernapasan : ventilasi

Kriteria Hasil :
1.      Suhu tubuh normal
2.      Nadi normal
3.      Pernapasan normal
4.      Tekanan darah normal
5.      Menunjukan status neurologis yang adekuat untuk mempertahankan pernapasan spontan
6.      Mempunyai energy dan fungsi otot yang adekuat untuk mendapatkan pernapasan spontan.

NIC(Nursing Intervention Classification) :
1.      Ventilasi mekanik
2.      Pemantauan pernapasan

Aktivitas keperawatan :
1.      Pantau adanya kegagalan pernapasan yang akan terjadi
2.      Pantau keefektifan ventilasi mekanik pada kondisi fisiologis dan psikologis pasien
3.      Auskultasi suara napas, catat area penurunan atau ketiadaan ventilasi, dan adanya suara napas tambahan.
4.      Pantau adanya krepitasi, jika perlu
Penyuluhan untuk pasien/keluarga :
1.      Ajarkan pasien dan keluarga tentang rasional dan sensasi yang akan dirasakan yang berhubungan dengan penggunaan ventilator mekanik.
Aktivitas kolaboratif :
1.      Konsultasikan dengan tenaga kesehatan lainnya dalam pemilihan jenis ventilator
2.      Berikan analgesic narkotik, jika diperlukan
Aktivitas lain :
1.      Lakukan pengaturan dan pemasangan ventilator
2.      Lakukan hygiene mulut secara rutin



4.      Implementasi
Dari hasil entervensi yang telah tertulis implementasi / pelaksanaan yang dilakukan disesuaikan dengan keadaan pasien dirumah sakit pekasanaan perupakan pengelolahan dan perwujudan, dan rencana tindakan yang meliputi beberapa bagian, yaitu validasi, rencana keperawatan, memberikan asuhan keperawatan dan pengumpulan data.
5.      Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan terencana tentang keresahan klien dengan berdasar tujuan yang telah ditetapkan.
Dalamevaluasi tujuan tersebut terdapat 3 alternatif yaitu :
Tujuan tercapai :
1)      Pasien menunjukkan perubahan dengan standart yang telah ditetapkan.
Tujuan tercapai sebagian :
2)      Pasien menunjukkan perubahan sebagai sebagian sesuai dengan standart yang telah ditetapkan.
Tujuan tidak tercapai :
3)      Pasien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama sekali.

 


DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. (1997).Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.
Chin, Daek.2014. Laporan Pendahuluan Trauma Dada. Terdapat :
Depkes. RI. (1989). Perawatan Pasien Yang Merupakan Kasus-Kasus Bedah. Jakarta : Pusdiknakes.
Doegoes, L.M. (1999). Perencanaan Keperawatan dan Dokumentasian keperawatan. Jakarta : EGC.
E, Marilynn Doenges, Mary Frances Moorhouse and Alice C. Geissler. 1999. EGC: Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta: EGC.
Hudak, C.M. (1999) Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.
Price,Sylvia Anderson. 1995. Patofisiologi. Jakarta :EGC.
Pusponegoro, A.D.(1995). Ilmu Bedah . Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 .  Jakarta : EGC.
Wilkinson, Judith M., & Nancy R. Ahern. (2013). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Diagnosa Nanda, Intervensi Nic, Kriteria Hasil Noc, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran : EGC