BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Penuaan adalah normal, dengan
perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai tahap
pengembangan kronologis tertentu ( mikckey stanley, 2012 )
Proses penuaan pada
setiap orang akan diikuti dengan penuaan dari setiap sistem sistem tubuh,
seperti sistem sensori ,integumen , muskuloskeletal dan lain lain.
Penuaan pada sistem ini akan mengakibatkan penurunan
dari fungsi setiap sistem ini, begitu juga dengan sistem muskuluskeletal. Pada
sistem muskuluskeletal tulang akan mengalami osteoporosis.
Osteoporosis adalah
keleinan metabolic tulang dimana terdapat terdapat penurunan masa tulang tanpa
disertai pada matriks tulang. ( chairuddin Rasjad )
Hilangnya subtansi
tulang menyebabkan tulang menjadi lemah secara mekanis dan cenderung untuk
mengalami fraktur, baik fraktur spontan maupun akibat trauma minimal.
Untuk mengetahui lebih
jauh mengenai osteoporosis dan asuhan keperawatan pada lansia dengan osteoporosis
maka masalah osteoporosis dan asuhan keperawatannya akan dibahas lebih lanjut
pada makalah ini.
1.2 TUJUAN
Untuk mengetahui lebih
jelas mengenai masalah osteoporosis dan asuhan keperawatan yang ditegakkan pada
lansia dengan masalah osteoporosis.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA ( MEDIS )
A. DEFINISI
Osteoporosis adalah
kelainan metabolic tulang dimana terdapat penurunan masa tulang tanpa disertai
pada matriks tulang. ( chairuddin Rasjad )
B. ETIOLOGI
Osteoporosis ( sekunder
dan fraktur osteoporotic ) disebabkan oleh glukokortikoid yang menganggu
absorbs kalsium diusus dan peningkatan ekstraksi kalsium lewat ginjal sehingga
akan menyebabkan hipokalsemia, hiperparatiroidisme sekunder dan peningkatan
kerja osteoklas. Terhadap osteoblas glukokortikoid akan menghambat kerjanya,
sehingga formasi tulang menurun. Dengan adanya peningkatan resorbsi tulang oleh
osteoklas dan penurunan formasi tulang oleh osteoblas, maka akan terjadi
osteoporosis yang progresif . ( Sudoyo Aru )
Faktor faktor resiko
terjadinya osteoporosis adalah :
1. Umur,
sering terjadi pada usia lanjut
2. Ras,
kulit putih mempunyai resiko paling tinggi
3. Faktor
keturunan, ditemukan riwayat keluarga dengan koropos tulang
4. Adanya
kerangka tubuh yang lemahdan skoliosis vertebra. Terutama terjadi pada wanita
umur 50 sampai 60 tahun dengan densitas tulang yang rendah dan diatas umur 70
tahun dengan BMI yang rendah. (BMI= Mody Mass Index yaitu berat badan dibagi
kuadrattinggi badan)
5. Aktifitas
fisik yang kurang
6. Tidak
pernah melahirkan
7. Menopause
dini (menopause yang terjadi pada umur 46thn)
8. Gizi
(kekurangan protein dan kalsium dalam masa kanak- kanak dan remaja )
9. Hormonal
yaitu kadar istirogen plasma yang kurang
10. Obat
misalnya kortikosteroid
11. Kerusakan
tulang akibat kelelahan fisik
12. Jenis
kelamin ; tiga kali lebih sering terjadi pada wanita
C. KLASIFIKASI
OSTEOPOROSIS
1. Osteoporosis
primer
Osteoporosis primer
terbagi atas dua tipe, yaitu :
-
Tipe 1 : tipe yang timbul pada wanita
pasca menopouse
-
Tipe 2 : terjadi pada orang lanjut usia
baik pada pria maupun wanita
2. Osteoporosis
sekunder
Osteoporosis sekunder
disebabkan oleh penyakit - penyakit tulang erosif (misalnya myeloma multiple,
hipertiroidisme, hiperparatiroidisme ) dan akibat obat – obatan yang toksik
untuk tulang ( misalnya glukokortikoid )
3. Osteoporosis
idiopatik
Osteoporosis yang tidak
diketahui penyebabnya dan ditemukan pada :
-
Usia kanak-kanak ( juvenil)
-
Usia remaja ( adolesen )
-
Wanita pra menopouse
-
Pria usia pertengahan
D. MANIFESTASI
KLINIK
1. Manifestasi
umum : penurunan tinggi badan, lordosis, nyeri pada tulang, atau fraktur,
biasanya pada vertebra, pinggul atau lengan bagian bawah.
2. Nyeri
tulang : terutama pada tulang belakang yang intensitas serangannya meningkat
pada malam hari.
3. Deformitas
tulang : dapat terjadi fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis
anguler yang dapat menyebabkan medulla spinalis tertekan sehingga dapat terjadi
paraparesis.
4. Nyeri
fraktur akut dapat diatasi dalam 2 hingga 3 bulan. Nyeri fraktur kronis
dimanifestasikan sebagai rasa nyeri yang dalam dan dekat dengan tempat patahan.
5. (
Tanda McConkey ) didapatkan protuberansia abdomen, spasme otot paravertebra dan
kulit yang tipis.
E. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
1. Foto
rontgen polos
2. CT-Scan
: dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyai nilai
penting dalam diagnostik dan terapi follow up.
3. Pemeriksaan
DEXA : digunakan untuk mengukur densitas tulang dan menghitung derajat
osteopenia ( kehilangan tulang ringan-sedang ) atau osteoporosis ( kehilanga
tulang berat )
4. Pemeriksaan
laboratorium
-
Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak
menunjukkan kelainan yang nyata
-
Kadar HPT ( pada pasca menoupouse kadar
HPT meningkat ) dan Ct (terapi ekstrogen merangsang pembentukan Ct )
-
Kadar 1,25- (OH) 2-D3 absorbsi Ca
menurun
-
Eksresi fosfat dan hidroksipolin
terganggu sehingga meningkat kadarnya.
F. PENATALAKSANAAN
The National
Osteoporosis Guideline Group (NOGG) telah memperbaharui Guideline 2009 pada hal
penegakan diagnosis dan tata laksana osteoporosis wanita pos menoupouse dan
pria usia sekurang kurangnya 50 tahun di inggris. Sejak tahun 2009 telah
terjadi banyak pembaharuan dilapangan terutama dalam tata laksana osteoporosis
yang diinduksi glukokortikoid, lalu peran kalsium dan vitamin D serta
keuntungan dan resiko terapi bisphosphonate, seperti yang dikatakan oleh J
Compston, MD dari the university of Cambridge
School of Clinical Medicine, united Kingdom, dan kolega dari the NOGG.
Beberapa hal yang
disorot dalam guideline NOGG 2013 :
1. Terapi
farmakologi yang dapat menurunkan resiko terjadinya fraktur vertebra ( dan
beberapa kasus fraktur tulang panggul ) seperti bisphosphonate, denosumab,
rekombinan hormon parathyroid, raloxifene, dan strontium ranelate. Pada NOGG
2009, terapi yang diakui untuk kasus fraktur vertebra non vertebradan fraktur
tulang panggul hanya alendronate, risedronate, zoledronate dan terapi
sulihhormon.
2. Alendronate
generik direkomendasikan sebagai terapi dini pertama karena kerja spektrum
luasnya sebagai agen antifraktur dengan harga terjangkau.
3. Ibandronate,
risedronate, zoledronic acid, denosumab, raloxifene atau strontium renelate
digunakan sebagai terapi pilihan jika alendronate dikontraindikasikan atau
tidak dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien.
4. Karena
harga yang mahal, maka rekombinan hormon parathyroid hanya diberikan pada
pasien dengan risiko sangat tinggi fraktur terutama pada vertebra.
5. Wanita
postmenoupause dapat mendapatkan manfaat dari calcitriol, etidronate,
risedronate, zoledronate, atau teriparatide.
6.
Terapi untuk pria dengan resiko tinggi
terjadi fraktur harus dimulai dengan alendronate,risedronate,zoledronate,atau
teriparatide.
7.
Bagi
post menopause, terapi yang diakui untuk pencegahan dan pengobatan
osteoporosis akibat glukokortikoid yaitu alendronate,etidronate dan
risedronate,sementara itu terapi pilihan yang diakui baik untuk wanita dan juga
pria adalah teriparatide dan zoledronate.
8. Suplemen
calcium dan vitamin D secara luas direkomendasikan.
G. Masalah yang lazim
muncul
1. Nyeri
akut berhubungan dengan fraktur dan spasme otot
2. Defisit
perawatan diri b/d gangguan musculoskeletal
3. Hambatan
mobilitas fisik b/d gangguan muskuloskeletal, penurunan kekuatan otot
4. Defisiensi
pengetahuan b/d proses osteoporosis dan program terapi
5. Ansietas
b/d perubahan dalam status kesehatan (osteoporosis)
6. Resiko jatuh b/d penurunan aktifitas dan kekuatan
otot
H. Discharge Planning
1. Berolahraga
secara teratur
2. Pertahankan
BB yang sehat dan gaya hidup yang aktif
3. Makan
makanan yang kaya akan kalsium seperti susu, keju, yoghurt, sardine,
salmon,kerang, tahu, brokoli, kembang tahu, dan sayuran berwarna hijau.
4. Hindari
defisiensi vitamin D
5. Jaga
asupan kalsium1000 -1500 mg/hari, baik melalui makanan sehari-hari maupun
suplementasi
6. Makan
suplemen yang mengandung kalsium tetapi tidak boleh bersamaan dengan makanan
yang berserat tinggi atau laksatif pembentuk massa karna dapat mengurangi
absorbsi kalsium
7. Berhenti
merokok, mengurangi konsumsi kopi, garam, atau minum yang beralkohol.
8. Kenali
berbagai penyakit dan obat-obatan yang dapat menimbulkan osteoporosis.
9. Hindari
mengangkat barangg-barang yang berat pada penderita yang sudah pasti osteoposis
10. Hindari
berbagai hal yang dapat menyebabkan penderita jatuh.
11. Menjemur
pada pagi hari 5-30 menit 2x seminggu
BAB III
Asuhan
Keperawatan pada Osteoporosis
1.
Pengkajian
Promosi kesehatan, identifikasi individu dengan resiko mengalami
osteoporosis, dan penemuan masalah yang berhubungan dengan osteoporosis
membentuk dasar bagi pengkajian keperawatan. Wawancara meliputu pertanyaan
mengenai terjadinya osteoporosis dalam keluarga, fraktur sebelumnya, konsumsi
kalsium diet harian, pola latihan, awitan menopause, dan penggunaan
kortikosteroid selain asupan alcohol, rokok dan kafein. Setiap gejala yang
dialami pasien, seperti nyeri pingggang, konstipasi atau gangguan citra diri,
harus digali.
Pemeriksaan fisik kadang menemukan adanya patah tulang, kifosis vertebra
torakalis atau pemendekan tinggi badan. Masalah mobilitas dan
pernafasan dapat terjadi akibat perubahan postur dan kelemahan otot.
Konstipasi dapat terjadi akibat inaktifitas.
2.
Diagnosa Yang
Dapat Muncul
1.
Kurang
pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi
2.
Nyeri b.d
spasme otot, fraktur
3.
Konstipasi
b.d imobilitas atau terjadi ileus
4.
Resiko
terhadap cidera : farktur b.d osteoporosis
3.
Intervensi
1.
Memahami Osteoporosis Dan Program Tindakan
Pengajaran
kepada kelayan dipusatkan pada factor yang mempengaruhi terjadinya
osteoporosis, intervensi untuk menghentikan atau memperlambat proses, dan upaya
mengurangi gejala. Diet atau suplemen kalsium yang memadai, latihan pembebaban
berat badan teratur, dan memodifikasi gaya hidup, bila perlu. Latihan dan
aktifitas fisik merupakan kunci utama untuk menumbuhkan tulang dengan kepadatan
tinggi yang tahan terhadap terjadinya osteoporosis. Ditekankan pada lansia
harus tetap membutuhkan kalsium, vitamin D, sinar matahari, dan latihan yang
memadai untuk meminimalkan efek osteoporosis
2. Meredakan Nyeri
Peradaan
nyeri pinggang dapat dilakukan dengan istirahat di tempat tidur dengan posisi
telentang atau miring kesamping selama beberapa hari. Fleksi lutut dapat
meningkatkan rasa nyaman dengan merelaksasi otot. Kompres panas intermiten dan
pijatan punggung memperbaiki relaksasi otot.
3.
Memperbaiki pengosongan usus
Konstipasi
merupakan masalah yang berkaitan dengan imobilitas, pengobatan dan lansia.
Pemberian awal diit tinggi serat, tambahan cairan, dan penggunaan pelunak tinja
sesuai ketentuan dapat membantu meminimalkan konstipasi.
4.
Mencegah cidera
Aktifitas
fisik sangat penting untuk memperkuat otot, mencegah atrofi dan memperlambat
demineralisasi tulang progresif. Latihan isometric dapat digunakan untuk
memperkuat otot batang tubuh.
BAB III
CONTOH KASUS
PENGKAJIAN
Hari :
Rabu
Pukul :
09.00 WIB
Tanggal
: 17 April 2013
Oleh :
Kelompok
A. Data Subjektif
1.
Biodata
Nama :
Ny “E”
Umur :
45 tahun
Agama :
Islam
Suku/ Bangsa : Batak/ Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan :
Ibu Rumah Tangga
Alamat
: Jl. Kapiten purba No.6.Simalingkar
2.
Alasan kunjungan
Ibu datang karena ingin memeriksakan kesehatanya
3.
Keluhan utama
Ibu mengeluh akhir- akhir ini dirinya sering merasakan
nyeri sendi, sakit pada punggung, sulit menahan kencing, rasa panas dan sulit
tidur dan dirinya menyatakan bahwa sudah tidak mendapatkan haid sejak tiga
bulan yang lalu.
4.
Riwayat haid
Menarche :
13 tahun
Siklus :
28 hari
Lama :
4 hari
Banyak :
3x ganti pembalut
Dismenorhoe :
ya
B. Data Objektif
1.
Status emosional :
Baik
2.
Tanda tanda vital
i.
Tekanan
darah :
130/80 mmHg
ii.
Suhu :
37,50C
iii.
Nadi :
80x/m
iv.
Respirasi :
18x/m
v.
BB :
56kg
vi.
TB :
160cm
3.
Pemeriksaan fisik
i.
Inspeksi
·
Kepala : tidak Nampak adanya benjolan abnormal,
rambut hitam dan lurus tidak Nampak ada ketombe
·
Leher : tidak nampak adanya pembesaran tyroid,
kelenjar limfe, dan vena jugularis
·
Muka : nampak kerut kerut tipis, tidak nampak
odeme
·
Mata : skelera tidak nampak ikterus, konjungtiva tidak
pucat
·
Hidung : tidak nampak pernafasan cuping hidug dan
tidak terlihat ada polif
·
Mulut : gigi tidak ada cariaes, dan bagian gigi
belakang berlubang
·
Bibir: tidak nampak pucat
·
Telinga: nampak simetris, tidak Nampak adanya
keluar cairan abnormal
·
Dada: tidak nampak benjolan abnormal
·
Payudara: tidak nampak adanya benjolan abnormal
·
Tulang belakang: lordosis
·
Ekstremitas: tidak nampak adanya odeme dan varises
ii.
Palpasi
Leher : tidak teraba adanya benjolan abnormal
Dada :
tidak teraba adanya benjolan abnormal
Payudara :
tidak teraba adanya benjolan abnormal
Ekstremitas : tidak ada
odeme
iii.
Auskultasi
Jantung :
bunyi mur mur
Paru-
paru :
tidak ada bunyi wheezing
iv.
Perkusi
Cek
Ginjal :
tidak ada nyeri ketuk
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
Memahami Osteoporosis dan Program Tindakan.
a. Ajarkan pada klien tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
oeteoporosis.
b. Anjurkan diet atau suplemen kalsium yang memadai.
c. Timbang Berat badan secara teratur dan modifikasi gaya hidup
seperti Pengurangan kafein, sigaret dan alkohol, hal ini dapat
membantu mempertahankan massa tulang.
d. Anjurkan Latihan aktivitas fisik yang mana merupakan kunci utama untuk
menumbuhkan tulang dengan kepadatan tinggi yang tahan terhadap terjadinya
oestoeporosis.
e. Anjurkan pada lansia untuk tetap membutuhkan kalsium, vitamin D, sinar
matahari dan latihan yang memadai untuk meminimalkan efek oesteoporosis.
f. Berikan Pendidikan pasien mengenai efek samping penggunaan obat. Karena
nyeri lambung dan distensi abdomen merupakan efek samping yang sering terjadi
pada suplemen kalsium, maka pasien sebaiknya meminum suplemen kalsium bersama
makanan untuk mengurangi terjadinya efek samping tersebut. Selain itu, asupan
cairan yang memadai dapat menurunkan risiko pembentukan batu ginjal.
g. Bila diresepkan HRT, pasien harus diajar mengenai pentingnya skrining
berkala terhadap kanker payudara dan endometrium.
Meredakan Nyeri
a. Peredaaan
nyeri punggung dapat dilakukan dengan istirahat di tempat tidur dengan posisi
telentang atau miring ke samping selama beberapa hari.
b. Kasur harus padat dan tidak lentur.
c. Fleksi lutut
dapat meningkatkan rasa nyaman dengan merelaksasi otot.
d. Kompres
panas intermiten dan pijatan punggung memperbaiki relaksasi otot.
e. Pasien
diminta untuk menggerakkan batang tubuh sebagai satu unit dan hindari gerakan
memuntir.
f. Postur yang bagus dianjurkan dan mekanika tubuh harus diajarkan. Ketika
pasien dibantu turun dari tempat tidur,
g. Pasang
korset lumbosakral untuk menyokong dan imobilisasi sementara, meskipun alat
serupa kadang terasa tidak nyaman dan kurang bisa ditoleransi oleh kebanyakan
lansia.
h. Bila pasien
sudah dapat menghabiskan lebih banyak waktunya di luar tempat tidur perlu
dianjurkan untuk sering istirahat baring untuk mengurangi rasa tak nyaman dan
mengurangi stres akibat postur abnormal pada otot yang melemah.
i.
Opioid oral
mungkin diperlukan untuk hari-hari pertama setelah awitan nyeri punggung. Setelah
beberapa hari, analgetika non – opoid dapat mengurangi nyeri.
Memperbaiki Pengosongan Usus.
Konstipasi merupakan masalah yang
berkaitan dengan imobilitas, pengobatan dan lansia.
a.
Berikan diet tinggi serat.
b.
Berikan
tambahan cairan dan gunakan pelunak tinja sesuai ketentuan dapat membantu atau
meminimalkan konstipasi.
c.
Pantau asupan
pasien, bising usus dan aktivitas usus karena bila terjadi kolaps
vertebra pada T10-L2, maka pasien dapat mengalami ileus.
Mencegah Cedera.
a.
Anjurkan
melakukan Aktivitas fisik secara teratur hal ini sangat penting untuk
memperkuat otot, mencegah atrofi dan memperlambat demineralisasi tulang
progresif.
b.
Ajarkan Latihan
isometrik, latihan ini dapat digunakan untuk memperkuat otot batang tubuh.
c.
Anjurkan untuk Berjalan,
mekanika tubuh yang baik, dan postur yang baik.
d.
Hindari
Membungkuk mendadak, melenggok dan mengangkat beban lama.
e.
Lakukan
aktivitas pembebanan berat badan Sebaiknya dilakukan di luar rumah di bawah
sinar matahari, karena sangat diperlukan untuk memperbaiki kemampuan tubuh
menghasilkan vitamin D.
Pertimbangan Gerontologik.
a.
Lansia sering jatuh sebagai akibat dari
bahaya lingkungan, gangguan neuromuskular, penurunan sensor dan respons
kardiovaskuler dan respons terhadap pengobatan. Bahaya harus diidentifikasi dan
dihilangkan. Supervisi dan bantuan harus selalu tersedia.
b.
Pasien dan keluarganya perlu dilibatkan dalam
perencanaan asuhan berkeseimbangan dan program penanganan pencegahan.
c.
Lingkungan
rumah harus dikaji mengenai adanya potensial bahaya (mis. Permadani
yang terlipat, ruangan yang berantakan, mainan di lantai, binatang piaraan
dibawah kaki) dan diciptakan lingkungan yang aman (mis. Anak tangga dengan
penerangan yang memadai dengan pegangan yang kokoh, pegangan di kamar mandi,
alas kaki dengan ukuran pas).
1.
EVALUASI
1.
Mendapatkan
pengetahuan mengenai osteoporosis dan program penanganannya.
i.
Menyebutkan
hubungan asupan kalsium dan latihan terhadap massa tulang
ii.
Mengkonsumsi
kalsium diet dengan jumlah yang mencukupi
iii.
Meningkatkan
tingkat latihan
iv.
Menggunakan
terapi hormon yang diresepkan
2.
Mendapatkan
peredaan nyeri
i.
Mengalami
redanya nyeri saat beristirahat
ii.
Mengalami
ketidaknyamanan minimal selama aktifitas kehidupan sehari-hari
iii.
Menunjukkan
berkurangnya nyeri tekan pada tempat fraktur
3.
Menunjukkan
pengosongan usus yang normal
i.
Bising usus
aktif
ii.
Gerakan usus
teratur
4.
Tidak
mengalami fraktur baru
i.
Mempertahankan
postur yang bagus
ii.
Mempergunakan
mekanika tubuh yang baik
iii.
Mengkonsumsi
diet seimbang tinggi kalsium dan vitamin D
iv.
Rajin
menjalankan latihan pembebanan berat badan (jalan-jalan setiap hari)
v.
Istirahat
dengan berbaring
BAB V
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Banyak
lansia yang tidak terpenuhi asupan kalsiumnya, sebagian besarnya berada pada
tingkat resiko tinggi osteoporosis. Terdapat hubungan yang bermakna antara
asupan kalsium dengan tingkat resiko osteoporosis
4.2. Saran
4.2.1. Kepada
Lansia
Agar
dapat memodifikasi pola hidup lansia dengan cara memperhatikan
asupan zat gizi utama
bagi kualitas tulang (asupan kalsium dan vitamin D),
mendapat paparan sinar UVB,
olahraga teratur, penghentian kebiasaan
merokok, mengurangi
konsumsi kopi sehingga dapat mengurangi angka
morbiditas dan
mortalitas akibat komplikasi penyakit ini.
4.2.2. Kepada
Teman Sejawat
Mari berikan
asuhan terbaik kepada lansia wanita dan anjurkan kaum wanita untuk mencegah
penyakit kanker dan osteoporosis.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Compston,Juliet.2002.Bimbingan Dokter
Pada Osteoporosis.Jakarta:Dian Rakyat.
2.
Junaidi,Iskandar.2007.Osteoporosis.Jakarta:Gramedia.
3.
Muda,Iskandar,dkk.2012. Gambaran
Perilaku Keluarga Tentang Pencegahan Osteoporosis Pada Lansia. Diunggah pada
tanggal 17 April 2013 dari http://repository.unri.ac.id/bitstream/123456789/1848/1/BURNING.pdf%20a.pdf
4.
Sain,Iwan.2011. Askep Pada Klien Dengan Gangguan Metabolisme Tulang :
Osteoporosis.
5.
Widya,Febri. 2010. Penelitian Hubungan Faktor-Faktor Resiko Osteoporosis Dengan Tingkat
Resiko Osteoporosis Pada Lansia Di Pstw Sabai Nan Aluih Sicincin Padang
Pariaman Tahun 2010. Padang: Fakultas Keperawatan Universitas Andalas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar