BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Trauma toraks masih
merupakan masalah yang sangat signifikan dari morbiditas dan mortalitas yang
terjadi di Amerika Serikat. Trauma toraks merupakan penyebab kematian dan
diperkirakan sekitar 150.000 kasus kematian per tahun yang terjadi akibat
trauma toraks. Prevalensi umur paling banyak terjadi pada usia kurang dari 40
tahun.
Sedangkan
insiden penderita trauma toraks di Amerika Serikat diperkirakan 1 dari 4
kematian disebabkan karena trauma toraks. Kematian yang disebabkan oleh trauma
toraks sebesar 20%-25% dari seluruh kasus trauma yang menyebabkan kematian.
Hanya 15%-30% penderita trauma tumpul toraks yang memerlukan tindakan operasi,
jadi sebagian besar hanya memerlukan tindakan sederhana untuk menolong korban
dari ancaman kematian.
Penyebab terbanyak dari trauma
tumpul toraks seperti yang terjadi di Negara-negara maju seperti Amerika
Serikat masih didominasi oleh korban kecelakaan lalu lintas 70%-80%. Pada tahun
2003 insiden trauma tumpul toraks sebanyak 94,8% sedangkan sisanya sebanyak
4,6% adalah trauma tajam. Di Amerika serikat tercatat 372 kasus trauma toraks
per tahun dimana 27% disertai cedera ekstremitas, 24% disertai cedera traktus
digestivus dan 15% yang disertai cedera otak. Di RS.Dr. Soetomo Surabaya tercatat
149 kasus trauma toraks per tahun dimana 19% disertai cedera ekstremitas, 14%
disertai cedera otak dan 9% yang disertai cedera traktus digestivus. Sedangkan
di RS. Cipto Mangunkusumo FKUI Jakarta tercatat sejak tahun 1981 insiden trauma
toraks adalah sebesar 16,8% dari seluruh kasus trauma. Dimana trauma tumpul 8%
dan trauma tajam 8,8%. Sedangkan etiologi penyebab trauma toraks di Jakarta
adalah akibat kecelakaan lalu lintas 63%-78%.
B.
Tujuan Penulisan
1.
Tujuan Umum
Mahasiswa
dapat melakukan Asuhan Keperawatan pada klien dengan trauma dada, mengetahui
konsep medis dari penyakit trauma dada.
2.
Tujuan Khusus
Secara khusus “Konsep keperawatan klien dengan trauma dada”, ini disusun
supaya :
a.
Mahasiswa dapat mengetahui tentang pengertian,
penyebab, klasifikasi, tanda dan gejala, patofisiologi, pemeriksaan penunjang,
penatalaksanaan, serta proses keperawatan yang akan dijalankan.
b.
Mahasiswa dapat mengidentifikasi Asuhan Keperawatan
pada klien dengan trauma dada.
c.
Mahasiswa dapat mengidentifikasi pendidikan kesehatan
yang diperlukan pada pasien yang dirawat dengan trauma dada.
d.
Agar makalah ini dapat menjadi bahan ajar bagi
mahasiswa lainnya tentang berbagai hal yang berhubungan dengan Trauma Dada.
C.
Manfaat Penulisan
1.
Akademik
Dapat
digunakan sebagai sumber informasi bagi institusi dalam meningkatkan mutu pendidikan pada masa yang akan datang.
2.
Rumah Sakit
Dapat
menjadi masukan bagi pihak Rumah Sakit dalam meningkatkan mutu pelayanan dalam penerapan asuhan
keperawatan.
3.
Klien dan Keluarga
Dapat
meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga tentang bagaimana penanganan terhadap
trauma toraks khususnya dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
4.
Tenaga Kesehatan
Memperoleh
pengalaman dalam mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama pendidikan dalam
penerapan asuhan keperawatan Trauma toraks dengan
gangguan Kedaruratan
system I.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Konsep
Dasar Medis
1.
Pengertian
a.
Trauma dada
adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan pada dinding dada
yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma ataupun isi
mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan
system pernafasan.
b.
Trauma thorax adalah luka atau cedera yang
mengenai rongga thorax yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax
ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau bennda
tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut.
c.
Trauma
thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma atau
ruda paksa tajam atau tumpul. (Hudak, 1999).
d.
Trauma dada adalah trauma tajam atau
tumpul thorax yang dapat menyebabkan tamponade jantung, pneumothorax,
hematothorax, dan sebagainya (FKUI, 1995).
Penyebab utama cidera pada dada adalah kecelakaan kendaraan bermotor
missal, sepeda motor atau mobil, pukulan benda-benda tumpul pada dada atau
akibat terjatuh juga dapat menyebabkan cidera dada nonpenetrasi. Luka penetrasi
umumnya diakibatkan oleh tusukan senjata tajam atau luka akibat tembakan.
2.
Anatomi
Fisiologi
Untuk kasus trauma thorax / dada, setidaknya terdapat 3 bagian / organ yang
perlu
dipelajari secara sistematis, yaitu rongga thorax, paru-paru dan jantung.
a.
Rongga Thorax
Rongga Thorax tersusun atas jaringan tulang dan otot (Muskuloskeletal),
yang membentuk suatu rongga (Cavum). Didalam rongga thorax terdiri
dari beberapa organ vital yaitu ; jantung yang merupakan organ utama pada
sistem kardiovaskuler, dan paru-paru yang juga merupakan organ utama pada
sistem pernapasan.
Rangka thorax dibentuk oleh columna vertebralis, tulang costa, cartilago
costa, dan sternum. Costa terdiri dari 12 pasang tulang rusuk, dimana dari 12
pasang tersebut terbagi menjadi : 7 pasang costa sejati, 3 pasang costa palsu,
dan 2 pasang costa melayang. Tulang-tulang tersebutlah yang melindungi cavum
thorax dan beberapa organ didalamnya.
Rongga ini dilapisi oleh tiga otot yang menyerupai dinding otot abdomen.
Ketiga otot tersebut yaitu ;
1)
M. Intercostalis Externus
Otot ini berjalan mengisi rongga intercostalis dari vertebra posterior
sampai di perbatasan kostokondral di anerior, kemudian otot ini terus berjalan
ke depan sebagai membran yang tipis, secara kasat mata, otot ini akan terlihat
seperti huruf V.
2)
M. Intercostalis Internus
Otot ini berjalan mengisi rongga intecostalis dari sternum sampai ke
angulus costa kemudian berjalan ke belakang sebagai suatu membran yang tipis,
secara kasat mata, otot ini akan terlihat seperti huruf “A”
3)
M. Intercostalis Intima (terdalam)
Nervus intercostal adalah rami anterior primer dari n. Segmentalis
torakalis. Hanya enam nervus teratas yang berjalan dalam rongga intercostalis,
sisanya masuk ke dalam dinding anterior abdomen. Nervus intercostal berjalan
melewati 11 costa, sedangkan costa ke 12 dilewati oleh nervus subcosta. Adapun
cabang-cabang Nervus Intercostalis adalah :
a)
Cabang kolateral yang menyuplai otot di
rongga intercostalis (juga disuplai oleh n. Intercostalis utama).
b)
Cabang sensoris dari pleura (nervus atas)
dan peritonium (Nervus bawah ).
Yang merupakan perkecualian adalah :
1)
Nervus Inercostalis ke-1 bergabung dengan
pleksus brakialis dan tidak memiliki cabang kutaneus anterior.
2)
Nervus Intercostalis ke-2 bergabung dengan
Nervus Cutaneus medialis dilengan melalui cabang Nervus Interkostobrakialis,
oleh karena itu nervus ini menyuplai kulit ketiak dan sisi medial lengan.
b.
Paru-Paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung-gelembung (alveoli). Alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan
endotel. Banyaknya alveoli ± 700.000.000 buah paru-paru kiri dan kanan.
Paru-paru di bagi 2, yaitu paru-paru kanan yang terdiri dari 3 lobus yaitu :
lobus pulmo dextra superior, lobus media dan lobus inferior. Paru-paru kiri
hanya terdiri dari 2 lobus karena berbatasan langsung dengan organ jantung
didalam rongga thorax. Adapun kedua lobus tersebut yaitu : pulmo sinistra lobus
superior dan lobus inferior. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5
buah segmen pada lobus superior dan 5 buah segmen pada inferior. Paru-paru
kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah
segmen pada lobus medialis dn 3 buah segmen pada lobus inferior. Organ ini
terletak pada rongga dada yang menghadap ke tengah rongga dada. Paru-paru di
bungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi 2, yaitu pleura
visceral dan pleura parietal (Martini, 2000).
Menurut Tambayong (2001), proses pernapasan dapat dibagi atas empat
kriteria yaitu :
1)
Ventilasi pulmonal yang artinya masuk dan
keluarnya udara dari atmosfir ke bagian alveolus
2)
Difusi Oksigen dan Karbondioksida yang
masuk dari udara yang masuk ke pembuluh darah disekitar alveoli
3)
Transportasi oksigen dan karbondioksida
oleh darah ke sel
4)
Pengaturan Ventilasi.
Pernafasan paru-paru merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang
terjadai di paru-paru. Oksigen di ambil melalui mulut dan hidung pada waktu
bernafas dimana oksigen masuk melalui trakea sampai ke alveoli berhubungan
dengan darah dalam kapiler pulmonal, alveoli memisahkan oksigen dari darah,
oksigen menembus membrane, dan diambil oleh sel darah merah di bawa ke
jantung dari jantung di pompakan ke seluruh tubuh. Ada 4 proses yang
berhubungan dengan pernafasan paru-paru :
1)
Ventilasi pulmoner, gerakan pernafasan
yang menukar udara dalam alveoli dengan udara luar.
2)
Arus darah melalui paru-paru, darah
mengandung oksigen masuk ke seluruh tubuh, karbondioksida dari seluruh tubuh
masuk ke paru-paru.
3)
Distribusi arus udara dan arus darah
dengan jumlah yang tepat untuk di capai semua bagian.
4)
Difusi gas yang menembus membrane alveoli
dan kapiler karbondioksida lebih mudah berdifusi dari pada oksigen.
c.
Jantung
Menurut Martini. (2001), jantung merupakan sebuah organ muskuler berongga
yang terdiri dari otot-otot. Otot jantung merupakan jaringan istimewa karena
jika dilihat dari bentuk dan susunannya sama dengan otot serat lintang, dan
cara kerjanya dipengaruhi oleh susunan saraf otonom atau diluar kemauan kita.
Jantung terletak dirongga dada sebelah depan (cavum mediastinum anterior),
sebelah kiri bawah dari pertengahan rongga dada, diatas diafragma, dan
pangkalnya terdapat dibelakang kiri antara costa V dan VI, dua jari dibawah
papila mamae. Pada tempat ini teraba adanya denyutan jantung yang disebut
iktuscordis. Ukuran jantung + sebesar genggaman tangan kanan
dan beratnya kira-kira 250 – 300 gram. Organ ini tersusun atas tiga lapisan,
yaitu lapisan pembungkus (Perycardium), lapisan otot (Myocardium),
dan lapisan terdalam (Endocardium) yang terdiri dari jaringan endotel atau
selaput lendir yang melapisi permukaan rongga jantung. Pada bagian dalam
jantung inilah terdapat 4 ruang / rongga, yaitu atrium kanan, atrium kiri,
ventrikel kanan dan ventrikel kiri. Keempat ruang ini dihubungkan dengan
keberadaan katup Atrioventrikularis dan katup Semilunaris.
Curah jantung adalah volume darah yang disemprotkan oleh setiap ventrikel
setiap menit. Dua penentu curah jantung adalah kecepatan denyut jantung (denyut
per menit) dan volume sekuncup (volume darah yang dipompa per denyut). Pada
keadaan normal (fisiologis) jumlah darah yang dipompakan oleh ventrikel kiri
dan ventrikel kanan sama besarnya bila tidak demikian maka akan terjadi
penimbunan darah di tempat tertentu, misalnya bila jumlah darah yang dipompakan
ventrikel kanan lebih besar dari ventrikel kiri maka jumlah darah tidak dapat
diteruskan oleh ventrikel kiri ke peredaran darah sistemik sehingga terjadi penimbunan
darah di paru-paru.
Jumlah yang dipompakan ventrikel dalam satu menit
disebut curah jantung dan jumlah darah yang dipompakan ventrikel pada setiap
kali sistol disebut isi sekuncup. Secara normal pada setiap sistol ventrikel
tidak terjadi pengosongan total dari ventrikel, hanya sebagian dari isi
ventrikel yang dikeluarkan. Curah jantung pada pria dewasa dalam keadaan
istirahat+ 5 liter dan dapat turun atau naik pada berbagai keadaan.
Preload adalah jumlah atau volume darah saat pengisian kembali ke atrium
kanan melewati vena cava superior dan vena cava inferior sedangkan Afterload
adalah jumlah atau volume darah dalam sekali pompa oleh ventrikel kiri
keseluruh tubuh.
3.
Etiologi
a.
Tamponade Jantung
Disebabkan luka
tusuk dada yang tembus ke mediastinum/ daerah jantung.
b.
Hematotoraks
Disebabkan luka
tembus toraks oleh benda tajam, traumatic atau spontan.
c. Pneumothoraks
Spontan (bula yang
pecah), trauma (penyedotan luka rongga dada, iatrogenic (“pleural tap”, biopsy
paru-paru, insersi CVP, ventilasi dengan tekanan positif).
4.
Klasifikasi
Trauma dada diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu :
a.
Trauma Tajam
1)
Pneumothoraks terbuka
2)
Hemothoraks
3)
Trauma tracheobronkial
4)
Contusion paru
5)
Ruptur diafragma
6)
Trauma mediastinal
b.
Trauma Tumpul
1)
Tension pneumothoraks
2)
Trauma Tracheobronkhial
3)
Fail chest
4)
Ruptur diafragma
5)
Trauma mediastinal
6)
Fraktur kosta
5.
Mekanisme Trauma Dada
a.
Akselerasi
Kerusakan
yang terjadi merupakan akibat langsung dari penyebab trauma. Gaya perusak
berbanding lurus dengan massa dan percepatan (akselerasi) sesuai dengan hukum
Newton II (Kerusakan yang terjadi juga bergantung pada luas jaringan tubuh yang
menerima gaya perusak dari trauma tersebut.
Pada luka tembak perlu diperhatikan jenis senjata dan jarak tembak; penggunaan senjata dengan kecepatan tinggi seperti senjata militer high velocity (>3000 ft/sec) pada jarak dekat akan mengakibatkan kerusakan dan peronggaan yang jauh lebih luas dibandingkan besar lubang masuk peluru.
Pada luka tembak perlu diperhatikan jenis senjata dan jarak tembak; penggunaan senjata dengan kecepatan tinggi seperti senjata militer high velocity (>3000 ft/sec) pada jarak dekat akan mengakibatkan kerusakan dan peronggaan yang jauh lebih luas dibandingkan besar lubang masuk peluru.
b.
Deselerasi
Kerusakan
yang terjadi akibat mekanisme deselerasi dari jaringan. Biasanya terjadi pada
tubuh yang bergerak dan tiba-tiba terhenti akibat trauma. Kerusakan terjadi
oleh karena pada saat trauma, organ-organ dalam yang mobile (seperti bronkhus,
sebagian aorta, organ visera, dsb) masih bergerak dan gaya yang merusak terjadi
akibat tumbukan pada dinding toraks/rongga tubuh lain atau oleh karena tarikan
dari jaringan pengikat organ tersebut.
c.
Torsio dan rotasi
Gaya
torsio dan rotasio yang terjadi umumnya diakibatkan oleh adanya deselerasi
organ-organ dalam yang sebagian strukturnya memiliki jaringan pengikat/fiksasi,
seperti Isthmus aorta, bronkus utama, diafragma atau atrium. Akibat adanya
deselerasi yang tiba-tiba, organ-organ tersebut dapat terpilin atau terputar
dengan jaringan fiksasi sebagai titik tumpu atau porosnya.
Blast injury :
1)
Kerusakan jaringan
pada blast injury terjadi tanpa adanya kontak langsung dengan penyebab trauma.
Seperti pada ledakan bom.
2)
Gaya merusak
diterima oleh tubuh melalui penghantaran gelombang energi.
6.
Faktor yang mempengaruhi trauma dada
a.
Sifat jaringan tubuh
Jenis jaringan tubuh
bukan merupakan mekanisme dari perlukaan, akan tetapi sangat menentukan pada
akibat yang diterima tubuh akibat trauma. Seperti adanya fraktur iga pada bayi
menunjukkan trauma yang relatif berat dibanding bila ditemukan fraktur pada
orang dewasa. Atau tusukan pisau sedalam 5 cm akan membawa akibat berbeda pada
orang gemuk atau orang kurus, berbeda pada wanita yang memiliki payudara
dibanding pria, dsb.
b.
Lokasi
Lokasi tubuh tempat
trauma sangat menentukan jenis organ yang menderita kerusakan, terutama pada
trauma tembus. Seperti luka tembus pada daerah pre-kordial.
c.
Arah trauma
Arah gaya trauma atau
lintasan trauma dalam tubuh juga sangat mentukan dalam memperkirakan kerusakan
organ atau jaringan yang terjadi.
Perlu diingat adanya
efek "ricochet" atau pantulan dari penyebab trauma pada tubuh
manusia. Seperti misalnya : trauma yang terjadi akibat pantulan peluru dapat
memiliki arah (lintasan peluru) yang berbeda dari sumber peluru sehingga
kerusakan atau organ apa yang terkena sulit diperkirakan.
7.
Faktor Pencetus
Beberapa faktor pencetus yang dapat
menimbulkan trauma dada antara lain:
a.
Kontusio paru-cedera
tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau tertimpa benda berat.
b.
Pneumothorak terbuka
akibat kekerasan (tikaman atau luka tembak)
c.
Fraktur tulang
iga
d.
Tindakan medis (operasi)
e.
Pukulan daerah toraks.
f.
Tension
pneumothorak-trauma dada pada selang dada, penggunaan therapy ventilasi mekanik
yang berlebihan, penggunaan balutan tekan pada luka dada tanpa pelonggaran
balutan.
8.
Manifestasi Klinis
a.
Tamponade jantung
b.
Hematotoraks
c.
Pneumothoraks
9.
Patofisiologi
Trauma dada sering menyebabkan
gangguan ancaman kehidupan. Luka pada rongga thorak dan isinya dapat membatasi
kemampuan jantung untuk memompa darah atau kemampuan paru untuk pertukaran
udara dan oksigen darah. Bahaya utama berhubungan dengan luka dada biasanya
berupa perdarahan dalam dan tusukan terhadap organ. Hipoksia, hiperkarbia, dan
asidosis sering disebabkan oleh trauma thorax. Hipoksia jaringan merupakan
akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan oksigen kejaringan oleh karena
hipivolemia ( kehilangan darah ), pulmonary ventilation( contoh kontusio,
hematoma, kolaps alveolus ) dan perubahan dalam tekanan intra tthorax ( contoh
: tension pneumothorax, pneumothorax terbuka ). Hiperkarbia lebih sering
disebabkan oleh tidak adekuatnya ventilasi akibat perubahan tekanan intra
thorax atau penurunan tingkat kesadaran. Asidosis metabolik disebabkan oleh
hipoperfusi dari jaringan ( syok ).
Fraktur iga, merupakan komponen
dari dinding thorax yang paling sering mengalami trauma, perlukaan pada iga
sering bermakna, nyeri pada pergerakan akibat terbidainya iga terhadap dinding
thorax secara keseluruhan menyebabkan gangguan ventilasi. Batuk yang tidak
efektif intuk mengeluarkan sekret dapat mengakibatkan insiden atelaktasis dan
pneumonia meningkat secara bermakna dan disertai timbulnya penyakit paru –
paru. Pneumotoraks diakibatkan masuknya udara pada ruang potensial antara
pleura viseral dan parietal. Dislokasi fraktur vertebra torakal juga dapat
ditemukan bersama dengan pneumotoraks. Laserasi paru merupakan penyebab tersering
dari pneumotoraks akibat trauma tumpul. Dalam keadaan normal rongga toraks
dipenuhi oleh paru-paru yang pengembangannya sampai dinding dada oleh karena
adanya tegangan permukaan antara kedua permukaan pleura. Adanya udara di dalam
rongga pleura akan menyebabkan kolapsnya jaringan paru.
Gangguan ventilasi perfusi
terjadi karena darah menuju paru yang kolaps tidak mengalami ventilasi sehingga
tidak ada oksigenasi. Ketika pneumotoraks terjadi, suara nafas menurun pada
sisi yang terkena dan pada perkusi hipesonor. Foto toraks pada saat ekspirasi
membantu menegakkan diagnosis. Terapi terbaik pada pneumotoraks adalah dengan
pemasangan chest tube pada sela iga ke 4 atau ke 5, anterior dari garis
mid-aksilaris. Bila pneumotoraks hanya dilakukan observasi atau aspirasi saja,
maka akan mengandung resiko. Sebuah selang dada dipasang dan dihubungkan dengan
WSD dengan atau tanpa penghisap, dan foto toraks dilakukan untuk mengkonfirmasi
pengembangan kembali paru-paru.
Anestesi umum atau ventilasi dengan tekanan positif tidak boleh diberikan pada penderita dengan pneumotoraks traumatik atau pada penderita yang mempunyai resiko terjadinya pneumotoraks intraoperatif yang tidak terduga sebelumnya, sampai dipasang chest tube Hemothorax. Penyebab utama dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh darah interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh trauma tajam atau trauma tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan terjadinya hemotoraks.
Anestesi umum atau ventilasi dengan tekanan positif tidak boleh diberikan pada penderita dengan pneumotoraks traumatik atau pada penderita yang mempunyai resiko terjadinya pneumotoraks intraoperatif yang tidak terduga sebelumnya, sampai dipasang chest tube Hemothorax. Penyebab utama dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh darah interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh trauma tajam atau trauma tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan terjadinya hemotoraks.
10.
Pathway
11.
Pemeriksaan Penunjang
a.
Gas
darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
b.
Torasentesis
: menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
c.
Hemoglobin
: mungkin menurun.
d.
Pa
Co2 kadang-kadang menurun.
e.
Pa
O2 normal / menurun.
f.
Saturasi
O2 menurun (biasanya).
g.
Toraksentesis
: menyatakan darah
h.
Diagnosis
fisik :
1)
Bila
pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap simtomatik,
observasi.
2)
Bila
pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase cavum pleura
dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan continues suction unit.
3)
Pada
keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus dipertimbangkan
thorakotomi.
4)
Pada
hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800 cc
segera thorakotomi.
12.
Pemeriksaan Diagnostik
a.
Anamnesa dan
pemeriksaan fisik
Anamnesa yang terpenting adalah
mengetahui mekanisme dan pola dari trauma, seperti jatuh dari ketinggian,
kecelakaan lalu lintas, kerusakan dari kendaraan yang ditumpangi, kerusakan stir
mobil /air bag dan lain lain.
b.
Pemeriksaan foto
toraks
Pemeriksaan ini masih tetap
mempunyai nilai diagnostik pada pasien dengan trauma toraks. Pemeriksaan klinis
harus selalu dihubungkan dengan hasil pemeriksaan foto toraks. Lebih dari 90%
kelainan serius trauma toraks dapat terdeteksi hanya dari pemeriksaan foto
toraks.
c.
CT Scan
d.
Ekhokardiografi
e.
Elektrokardiografi
f.
Angiografi
g.
Torasentesis : menyatakan darah/ cairan
serosanguinosa.
h.
Hb (Hemoglobin) : Mengukur status dan resiko pemenuhan
kebutuhan oksigen jaringan tubuh.
13.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat
dilakukan untuk menangani pasien trauma thorax, yaitu :
a.
Bullow
Drainage / WSD
WSD merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk
mengeluarkan udara, cairan (darah,pus) dari rongga pleura, rongga thorax; dan
mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung.
Indikasi:
Indikasi:
1)
Pneumothoraks
2)
Hemothoraks
3)
Thorakotomy
4)
Efusi pleura
5)
Emfiema
Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :
1)
Diagnostik
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shock.
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shock.
2)
Terapi
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura. Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga “mechanis of breathing” dapat kembali seperti yang seharusnya.
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura. Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga “mechanis of breathing” dapat kembali seperti yang seharusnya.
3)
Preventive
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga “mechanis of breathing” tetap baik.
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga “mechanis of breathing” tetap baik.
b.
Primary Survey
Yaitu dilakukan pada trauma yang mengancam jiwa,
pertolongan ini dimulai dengan menggunakan teknik ABC (Airway, breathing, dan
circulation).
c.
Berusaha
menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
1)
Mempertahankan
saluran napas yang paten dengan pemberian oksigen
2)
Mengontrol tekanan
darah berdasarkan kondisi pasien.
d.
Pemasangan infuse
e.
Pemeriksaan
kesadaran
f.
Jika dalam keadaan
gawat darurat, dapat dilakukan massage jantung.
g.
Dalam keadaan stabil
dapat dilakukan pemeriksaan radiology seperti Foto thorak.
Pasien dalam
Keadaan Gawat Darurat / Pertolongan Pertama
Pasien yang diberikan
pertolongan pertama dilokasi kejadian maupun di unit gawat darurat (UGD)
pelayanan rumah sakit dan sejenisnya harus mendapatkan tindakan yang tanggap
darurat dengan memperhatikan prinsip kegawatdaruratan.Penanganan yang diberikan
harus sistematis sesuai dengan keadaan masing-masing klien secara spesifik.
Bantuan oksigenisasi penting dilakukan untuk mempertahankan saturasi oksigen
klien. Jika ditemui dengan kondisi kesadaran yang mengalami penurunan / tidak
sadar maka tindakan tanggap darurat yang dapat dilakukan yaitu dengan
memperhatikan :
a)
Pemeriksaan dan
Pembebasan Jalan Napas (Air-Way)
Klien dengan trauma dada seringkali mengalami permasalahan pada jalan napas. Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan. Mulut dapat dibuka dengan tehnik Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk Pada mulut korban.
Klien dengan trauma dada seringkali mengalami permasalahan pada jalan napas. Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan. Mulut dapat dibuka dengan tehnik Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk Pada mulut korban.
b)
Setelah jalan napas
dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa pada korban tidak sadar tonus
otot-otot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan menutup farink dan larink,
inilah salah satu penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas oleh
lidah dapat dilakukan dengan cara Tengadah kepala topang dagu (Head tild – chin
lift) dan Manuver Pendorongan Mandibula (Jaw Thrust Manuver).
c)
Pemeriksaan dan
Penanganan Masalah Usaha Napas (Breathing)
Kondisi pernapasan dapat diperiksa dengan melakukan tekhnik melihat gerakan dinding dada, mendengar suara napas, dan merasakan hembusan napas klien (Look, Listen, and Feel), biasanya tekhnik ini dilakukan secara bersamaan dalam satu waktu. Bantuan napas diberikan sesuai dengan indikasi yang ditemui dari hasil pemeriksaan dan dengan menggunakan metode serta fasilitas yang sesuai dengan kondisi klien.
Kondisi pernapasan dapat diperiksa dengan melakukan tekhnik melihat gerakan dinding dada, mendengar suara napas, dan merasakan hembusan napas klien (Look, Listen, and Feel), biasanya tekhnik ini dilakukan secara bersamaan dalam satu waktu. Bantuan napas diberikan sesuai dengan indikasi yang ditemui dari hasil pemeriksaan dan dengan menggunakan metode serta fasilitas yang sesuai dengan kondisi klien.
d)
Pemeriksaan dan
Penanganan Masalah Siskulasi (Circulation)
e)
Tindakan Kolaboratif
1.
Konservatif
a)
Pemberian Analgetik
b)
Pemasangan Plak /
Plester
c)
Jika Perlu
Antibiotika.
d)
Fisiotherapy
2.
Operatif/ Invasif
a)
Pamasangan Water
Seal Drainage (WSD).
WSD merupakan tindakan invasive
yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah,pus) dari rongga pleura,
rongga thorax; dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung.
b)
Indikasi
1)
Pneumothorak
2)
Hemothoraks
3)
Thorakotomy
4)
Efusi pleura
5)
Emfiema
c)
Tujuan
-
Mengeluarkan cairan
atau darah, udara dari rongga pleura dan rongga thorak
-
Mengembalikan
tekanan negative pada rongga pleura
-
Mengembangkan
kembali paru yang kolaps
-
Mencegah refluks
drainage kembali ke dalam rongga dada
d)
Tempat Pemasangan
WSD
-
Bagian apex paru
(apical)
Ø anterolateral interkosta ke 1-2
Ø fungsi : untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura
-
Bagian basal
Ø postero lateral interkosta ke 8-9
Ø fungsi : untuk mengeluarkan cairan (darah, pus) dari
rongga pleura
f)
Komplikasi
Pemasangan WSD
-
Komplikasi primer :
perdarahan, edema paru, tension pneumothoraks, atrial aritmia
-
Komplikasi sekunder
: infeksi, emfiema
14.
Pencegahan
Pencegahan
trauma thorax yang efektif adalah dengan cara menghindari faktor penyebab
nya, seperti menghindari terjadinya trauma yang biasanya banyak dialami
pada kasus kecelakaan dan trauma yang terjadi berupa trauma tumpul serta
menghindari kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax
yag biasanya disebabkan oleh benda tajam ataupun benda tumpul yang
menyebabkan keadaan gawat toraks akut
B.
Konsep Dasar
Keperawatan
1.
Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10). Pengkajian pasien dengan trauma thoraks (. Doenges, 1999) meliputi :
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10). Pengkajian pasien dengan trauma thoraks (. Doenges, 1999) meliputi :
a.
Aktivitas /
istirahat
Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
b.
Sirkulasi
Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops
c.
Integritas ego
Tanda : ketakutan atau gelisah.
d.
Makanan dan cairan
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.
e.
Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri uni lateral, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajam dan nyeri, menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher,bahudanabdomen.
Gejala : nyeri uni lateral, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajam dan nyeri, menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher,bahudanabdomen.
Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku
distraksi, mengkerutkan wajah.
f.
Pernapasan :
kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit paru kronis,
inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar, keganasan ;
pneumothoraks spontan sebelumnya, PPOM. Tanda : Takipnea ;
peningkatan kerja napas ; bunyi napas turun atau tak ada ; fremitus menurun ;
perkusi dada hipersonan ; gerakkkan dada tidak sama ; kulit pucat, sianosis,
berkeringat, krepitasi subkutan ; mental ansietas, bingung, gelisah, pingsan ;
penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif.
g.
Keamanan
Gejala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk
keganasan.
h.
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat faktor risiko keluarga, TBC, kanker ;
adanya bedah intratorakal/biopsy paru.
Pemeriksaan Fisik
a.
Sistem Pernapasan :
1)
Sesak napas
2)
Nyeri, batuk-batuk
3)
Terdapat retraksi
klavikula/dada
4)
Pengambangan paru
tidak simetris
5)
Fremitus menurun
dibandingkan dengan sisi yang lain
6)
Pada perkusi
ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani, hematotraks (redup)
7)
Pada asukultasi
suara nafas menurun, bising napas yang berkurang/menghilang
8)
Pekak dengan batas
seperti garis miring/tidak jelas
9)
Dispnea dengan aktivitas
ataupun istirahat
10) Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
b.
Sistem
Kardiovaskuler :
1) Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk
2) Takhikardia, lemah
3) Pucat, Hb turun /normal
4)
Hipotensi
c.
Sistem Persyarafan :
Tidak ada kelainan
d.
Sistem Perkemihan :
Tidak ada kelainan
e.
Sistem Pencernaan :
Tidak ada kelainan
f.
Sistem Muskuloskeletal
– Integumen
1)
Kemampuan sendi
terbatas
2)
Ada luka bekas
tusukan benda tajam
3)
Terdapat kelemahan
4)
Kulit pucat,
sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.
g.
Sistem Endokrine :
1)
Terjadi peningkatan
metabolisme
2)
Kelemahan.
h.
Sistem Sosial / Interaksi
1)
Tidak ada hambatan.
i.
Spiritual :
1)
Ansietas, gelisah,
bingung, pingsan
2.
Diagnosa Keperawatan
a.
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan nyeri
akut.
b.
Nyeri berhubungan dengan adanya cedera dada.
c.
Ketakutan berhubungan dengan ancaman nyata atau bayangan ancaman terhadap kesejahteraan
diri, cedera tiba-tiba, tingkat atau prognosis dari cedera dari yang tidak
diketahui.
d.
Hambatan mobilitas : fisik berhubungan dengan nyeri/
ketidaknyamanan, adanya selang dada, jalur intravena.
e.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan nyeri/ketidaknyamanan,
adanya slang dada, jalur intravena.
f.
Devripasi tidur/ insomnia berhubungan dengan nyeri dan
ketidaknyamanan, program pengobatan.
g.
Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan cedera
dinding toraks atau jaringan paru, fail chest.
No.
|
Diagnosa
keperawatan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
1.
|
Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan Nyeri Akut
Defenisi : Inspirasi dan/ atau ekspirasi yang tidak memberi
ventilasi yang adekuat.
Batasan Karakteristik :
1.
Dispnea
2.
Napas
pendek
3.
Bradipnea
4.
Napas
cuping hidung
5.
Takipnea
6.
Penurunan
kapasitas vital
7.
Penurunan
tekanan inspirasi- ekspirasi
8.
Fase
ekspirasi memanjang
Faktor Yang Berhubungan :
1.
Ansietas
2.
Deformitas
tulang
3.
Deformitas
dinding dada
4.
Hiperventilasi
5.
Nyeri
6.
Kelelahan
otot pernapasan
7.
Kerusakan
Muskuloskeletal
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, pasien
diharapkan menunjukkan status pernapasan: ventilasi tidak terganggu ditandai
dengan:
Hasil NOC(Nursing Outcomes Classification) :
1.
Status
Respirasi : Ventilasi
2.
Status
Tanda Vital
Kriteria Hasil :
1.
Nafas
pendek tidak ada
2.
Tidak ada
penggunaan otot bantu
3.
Bunyi
napas tambahan tidak ada
4.
Ekspansi
dada simetris
|
NIC(Nursing Intervention Classification) :
1.
Manajemen
jalan napas:
2.
Pemantauan
pernapasan:
Aktivitas Keperawatan
1.
Pantau adanya pucat atau sianosis
2.
Pantau efek obat terhadap status
respirasi
3.
Tentukan
lokasi dan luasnya krepitasi di tulang dada
4.
Kaji kebutuhan insersi jalan napas
5.
Observasi
dan dokumentasikan ekspansi dada bilateral pada pasien dengan ventilator
Pemantauan pernapasan (NIC):
a.
Pantau
kecepatan, irama, kedalaman dan usaha respirasi
b.
Perhatikan pergerakan dada,
kesimetrisannya, penggunaan otot bantu serta retraksi otot supraklavikular
dan interkostal
c.
Pantau respirasi yang berbunyi
d.
Pantau
pola pernapasan: bradipnea, takipnea, hiperventilasi, pernapasan Kussmaul,
pernapasan Cheyne-Stokes
e.
Perhatikan lokasi trakea
f.
Auskultasi bunyi napas, perhatikan area
penurunan sampai tidak adanya bunyi napas atau bunyi napas tambahan
g.
Pantau kegelisahan, ansietas, dan
tersengal-sengal
h.
Catat perubahan pada saturasi oksigen
dan nilai gas darah arteri
Penyuluhan Untuk Pesien Dan
Keluarga :
1.
Ajarkan
pada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi untuk meningkatkan pola
napas. Spesifikan teknik yang digunakan, misal: napas dalam
2.
Diskusikan perencanaan perawatan di
rumah (pengobatan, peralatan) dan anjurkan untuk mengawasi dan melapor jika
ada komplikasi yang muncul.
3.
Ajarkan cara batuk efektif
Aktivitas Kolaboratif :
1. Rujuk pada ahli terapi pernapasan untuk memastikan
keadekuatan ventilator mekanis
2. Laporkan adanya perubahan sensori, bunyi napas, pola
pernapasan, nilai AGD, sputum, dst, sesuai kebutuhan atau protokol
3. Berikan tindakan(misal pemberian bronkodilator)
sesuai program terapi
4. Berikan nebulizer dan humidifier atau oksigen sesuai program atau
protokol
5. Berikan obat nyeri untuk pengoptimalan pola
pernapasan, spesifikkan jadwal
Aktivitas Lain :
1. Hubungkan dan dokumentasikan semua data pengkajian (misal: bunyi napas,
pola napas, nilai AGD, sputum dan efek obat pada pasien)
2. Ajurkan pasien untuk napas dalam melalui abdomen selama periode distres
pernapasan
3. Lakukan pengisapan sesuai dengan kebutuhan untuk
membersihkan sekresi
4. Minta pasien untuk pindah posisi, batuk dan napas
dalam
5. Informasikan kepada pasien sebelum prosedur dimulai untuk menurunkan
kecemasan
6. Pertahankan oksigen aliran rendah dengan nasal
kanul, masker, sungkup. Spesifikkan kecepatan aliran.
7. Posisikan pasien untuk mengoptimalkan
pernapasan. Spesifikkan posisi.
8. Sinkronisasikan antara pola pernapasan pasien dan
kecepatan ventilasi.
|
|
|
|
|
No.
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
2.
|
Nyeri
berhubungan dengan adanya cedera dada
Defenisi : Pengalaman Sensori Dan Emosi Yang Tidak
Menyenangkan Akibat Adanya Kerusakan Jaringan Yang Aktual Atau Potensial,
Atau Digambarkan Dengan Istilah Seperti (International Association for the
study of Pain); awitan yang tiba-tiba atau perlahan dengan intensitas ringan
sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan
durasinya kurang dari enam bulan.
Batasan karakteristik :
1. Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan (nyeri)
dengan isyarat
2. Posisi untuk menghindari nyeri
3. Perubahan tonus otot (dengan rentang dari lemas
tidak bertenaga sampai kaku)
4. Respon autonomik (misalnya, diaforesis; perubahan
ttekanan darah, pernapasan atau nadi; dilatasi pupil)
5. Perubahan selera makan
6. Perilaku distraksi (misalnya, mondar-mandir, mencari
orang dan/atau aktivitas lain,aktivitas berulang)
7. Perilaku ekspresif (misalnya, gelisah,merintih,
menangis, kewaspadaan berlebihan, peka terhadap rangsang, dan menghela napas
panjang)
8. Wajah topeng (nyeri)
9. Perilaku menjaga atau sikap melindungi
10. Bukti nyeri yang dapat diamati
11. Berfokus pada diri sendiri
Faktor Yang Berhubungan :
Agens-agens penyebab cedera ( misalnya,biologis, kimia, fisik dan
psikologis)
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, pasien
diharapkan menunjukkan tingkat nyeri tidak terganggu ditandai dengan:
Hasil NOC(Nursing Outcomes Classification) :
1.
Tingkat
Nyeri
2.
Pengendalian
nyeri
Kriteria Hasil :
1.
Ekspresi
nyeri pada wajah tidak ada
2.
Gelisah
atau ketegangan otot tidak ada
3.
Merintih
dan menangis tidak ada
4.
Gelisah
tidak ada
5.
Selalu
melaporkan nyeri dapat dikendalikan
6.
Selalu
menggunakan tindakan pencegahan
7.
Selalu
mengenali awitan nyeri
|
NIC(Nursing Intervention Classification) :
1. Manajemen Nyeri :
2. Bantuan Analgesia :
Aktivitas Keperawatan :
1. Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi
lokasi, karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
atau keparahan nyeri, dan factor presipitasinya.
2. Meminta pasien untuk menilai nyeri atau
ketidaknyamanan pada skala 0 sampai 10.
Penyuluhan untuk pasien/ keluarga :
1. Berikan informasi tentang nyeri
2. Ajarkan penggunaan teknik relaksasi
Aktivitas Kolaboratif :
1. Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri
menjadi lebih berat
2. Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil
Aktivitas lain :
1. Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas,
bukan pada nyeri dan rasa tidaknyaman dengan melakukan pengalihan melalui
televise, radio, tape, dan interaksi dengan pengunjung.
2. Berikan perawatan dengan tidak terburu-buru, dengan
sikap yang mendukung.
3. Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi
respons pasien terhadap ketidaknyamanan(misalnya, suhu ruangan, pencahayaan,
dan kegaduhan).
|
No.
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
3.
|
Ketakutan berhubungan dengan ancaman nyata atau bayangan ancaman
terhadap kesejahteraan diri, cedera tiba-tiba, tingkat atau prognosis dari
cedera dari yang tidak diketahui.
Defenisi : Respon terhadap persepsi ancaman yang secara sadar
dikenali sebagai bahaya.
Batasan Karakteristik :
1. Cemas
2. Ketakutan
3. Menurunnya keyakinan diri
4. Gelisah
5. Panik
6. Khawatir
7. Stimulus yang dipercaya sebagai ancaman.
8. Anoreksia
9. Peningkatan denyut nadi
10. Pucat
11. Kekakuan otot
12. Peningkatan tekanan darah sistolik
13. Peningkatan frekuensi pernapasan dan napas dangkal.
Faktor yang berhubungan :
1. Kerusakan Sensorik
2. Stimulus fobia
3. Tidak familier dengan pengalaman lingkungan
4. Kendala Bahasa
5. Pelepasan alamiah ( neurotransmitter)
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, pasien
diharapkan menunjukkan tingkat ketakutan tidak terganggu ditandai dengan:
Hasil NOC(Nursing Outcomes Classification) :
1.
Tingkat
ketakutan
2.
Pengendalian
diri terhadap ketakutan
Kriteria Hasil :
1.
Selalu
mencari informasi untuk menurunkan ketakutan
2.
Selalu
mengendalikan respon ketakutan
3.
Menggunakan
teknik relaksasi untuk menurunkan ketakutan
4.
Selalu menghindari
sumber ketakutan
5.
Selalu
mempertahankan control terhadap kehidupan
|
NIC(Nursing Intervention Classification) :
1.
Peningkatan
koping :
2.
Teknik
penenangan :
3.
Pengurangan ansietas :
Aktivitas keperawatan :
1.
Nilai
pemahaman pasien terhadap proses penyakitnya.
2.
Kaji
respon takut subjektif dan objektif pasien.
Penyuluhan untuk pasien/keluarga :
1.
Jelaskan
semua pemeriksaan dan pengobatan kepada pasien/keluarga
2.
Bantu
klien membedakan antara ketakutan rasional dan yang tidak rasional.
Aktivitas Kolaboratif :
1. Kaji kebutuhan untuk layanan social atau intervensi
psikiatrik.
2. Dorong diskusi antar pasien dan dokter tentang
ketakutan pasien.
Aktivitas lain :
1. Nilai dan diskusikan respon alternative terhadap
situasi.
2. Gunakan pendekatan yang tenang dan menyenangkan.
3. Dukung untuk menyatakan perasaan, persepsi dan
ketakutan secara verbal.
4. Kurangi stimulasi dalam lingkungan yang dapat
disalah interpretasikan sebagai ancaman.
|
No.
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
4.
|
Hambatan mobilitas : fisik berhubungan dengan nyeri/ ketidaknyamanan,
adanya selang dada, jalur intravena
Defenisi : Keterbatasan dalam, pergerakan fisik mandiri dan
terarah pada tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.
Batasan Karakteristik :
1. Dispnea saat beraktivitas
2. Kesulitan membolak balik posisi tubuh
3. Melambatnya pergerakan
4. Gerakan tidak teratur atau tidak terkoordinasi
5. Keterbatasan rentang pergerakan sendi
6. Pergerakan menyentak
7. Perubahan cara berjalan
8. Tremor yang diinduksi oleh pergerakan
Faktor yang berhubungan :
1. Perubahan metabolism sel
2. Gangguan kognitif
3. Penurunan kekuatan, kendali atau masa otot
4. Keterlambatan perkembangan
5. Ketidaknyamanan
6. Intoleransi aktivitas dan penurunan kekuatan dan
ketahanan.
7. Kaku sendi atau kontraktur
8. Hilangnya integritas struktur tulang
9. Nyeri
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, pasien
diharapkan menunjukkan tingkat mobilitas tidak terganggu ditandai dengan:
Hasil NOC(Nursing Outcomes Classification) :
1.
Mobilitas
2.
Performa
mekanika tubuh
3.
Ambulasi
Kriteria Hasil :
1. Tidak mengalami gangguan keseimbangan
2. Kordinasi baik
3. Tidak mengalami gangguan Performa posisi tubuh
4. Tidak ada masalah dalam pergerakan sendi dan otot
5. Berjalan tidak ada gangguan
6. Bergerak dengan mudah
7. Meminta bantuan untuk aktivitas mobilisasi,jika
diperlukan
8. Memperlihatkan penggunaan alat bantu secara benar
dengan pengawasan
|
NIC(Nursing Intervention Classification) :
1. Pengaturan Posisi :Mengatur posisi pasien atau bagian tubuh pasien
secara hati-hati untuk meningkatkan kesejahteraan fisiologis dan psikologis.
Aktivitas keperawatan tingkat 1 :
1. Ajarkan menggunakan postur dan mekanika tubuh yang
benar saat melakukan aktivitas
2. Berikan penguatan positif selama aktivitas
3. Rujuk ke ahli terapi fisik untuk program latihan.
Aktivitas keperawatan tingkat 2 :
1. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif
atau pasif untuk mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan ketahanan
otot.
2. Ajarkan teknik ambulasi dan berpindah yang aman.
Aktivitas keperawatan tingkat 3 dan 4 :
1. Berikan analgesic sebelum memulai latihan fisik.
2. Dukung pasien dan keluarga untuk memandang
keterbatasan dengan realistis.
3. Tentukan tingkat motivasi pasien untuk
mempertahankan atau mengembalikan mobilitas sendi dan otot.
|
No.
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
5.
|
Defisit perawatan diri berhubungan dengan nyeri/ketidaknyamanan, adanya
selang dada, jalur intravena.
Defenisi : Hambatan kemampuan untuk
melakukan atau memenuhi aktifitas mandi/hygiene.
Batasan Karakteristik :
1.
Ketidakmampuan untuk (meakukan tugas-tugas berikut )
:
a.
Mengakses kamar mandi
b.
Mengeringkan badan
c.
Mengambil perlengkapan mandi
d.
Mendapatkan sumber air
e.
Membersihkan tubuh (atau anggota tubuh).
Faktor yang berhubungan :
1.
Penurunan motivasi
2.
Kendala lingkungan
3.
Nyeri
4.
Ansietas hebat
5.
Kelemahan
6.
Kerusakan neuromuscular
7.
Gangguan musculoskeletal
8.
Gangguan presepsi atau kognitif
9.
Ketidak mampuan untuk merasakan bagian tubuh.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, pasien
diharapkan menunjukkan tingkat mobilitas tidak terganggu ditandai dengan:
Hasil NOC(Nursing Outcomes Classification) :
1.
Perawatan diri : aktivitas kehidupan sehari-hari
(AKS)
Kriteria hasil :
1.
Mandi tidak terganggu
2.
Hygiene tidak terganggu
3.
Tidak ada gangguan untuk hygiene oral.
|
NIC(Nursing Intervention Classification) :
1.
Mandi
2.
Pemeliharaan kesehatan mulut
3.
Perawatan ostomi
4.
Bantuan perawatan diri, mandi/hygiene
Aktivitas Keperawatan :
1.
Pantau kebersihan kuku, sesuai kemampuan perawatan
diri pasien.
2.
Pantau adanya perubahan kemampuan fungsi
Penyuluhan untuk pasien/ keluarga :
1.
Ajarkan pasien/keluarga penggunaan metode
alternative untuk mandi dan hygiene oral.
Aktivitas
kolaboratif :
1.
Tawarkan pengobatan nyeri sebelum mandi
2.
Gunakan ahli fisioterapi dan terapi okupasi sebagai
sumber - sumber dalam merencanakan tindakan perawatan pasien.
Aktivitas lain :
1.
Berikan bantuan sampai pasien benar-benar mampu
melaksanakan perawatan diri
2.
Libatkan keluarga dalam pemberian asuhan
3.
Letakan sabun, handuk, diedoran, alat cukur, dan
peralatan lain yang dibutuhkan disamping tempat tidur atau dikamar mandi.
|
No.
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
6.
|
Devripasi tidur/insomnia berhubungan dengan nyeri dan ketidaknyamanan
program pengobatan.
Defenisi : Periode waktu yang lama tanpa
tidur ( terputusnya kesadaran yang relative yang periodic dan alami secara
terus menerus.
Batasan karakteristik :
1.
Ansietas
2.
Mengantuk disiang hari
3.
Keletihan halusinasi
4.
Peningkatan sensitivitas terhadap nyeri
5.
Ketidakmampuan untuk konsentrasi
6.
Malaise
7.
Penurunan kemampuan fungsi
8.
Lesu
9.
Letargi
10. Gelisah
11. Reaksi lambat
12. Tremor pada tangan
Faktor yang berhubungan :
1.
Perubahan tahap tidur yang berhubungan dengan proses
penuaan
2.
Ketidakadekuatan aktivitas di siang hari.
3.
Demensia
4.
Hipersomnolen system saraf pusat idiopatik
5.
Ketidaknyamanan fisik yang lama
6.
Apnea tidur
7.
Ereksi yang nyeri terkait tidur
8.
Stimulasi lingkungan yang terus menerus.
9.
Ketidaknyamanan psikologis yang lama.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, pasien
diharapkan menunjukkan devpripasi tidur tidak terganggu ditandai dengan:
Hasil NOC(Nursing Outcomes Classification) :
1.
Kesetimbangan alam perasaan.
2.
Istirahat
3.
Tidur
4.
Keparahan gejala
Kriteria Hasil :
1.
Perasaan segar setelah tidur
2.
Pola dan kualitas tidur tidak terganggu
3.
Rutinitas tidur baik
4.
Jumlah waktu tidur yang terobservasi
5.
Terjaga pada waktu yang tepat
6.
Melaporkan penurunan gejala deprivasi tidur
7.
Mengidentifikasi factor yang dapat menimbulkan
deprivasi tidur.
|
NIC(Nursing Intervention Classification) :
1.
Manajemen energi
2.
Manajemen medikasi
3.
Manajemen alam perasaan
4.
Peningkatan tidur
Aktivitas
keperawatan :
1.
Kaji adanya gejala deprivasi tidur
Penyuluhan untuk
pasien/keluarga :
1.
Ajarkan dampak apnea tidur pada keamanan dan kondisi
psikologis
2.
Ajarkan pasien dan keluarga tentang faltor yang
mengganggu tidur
Aktivitas kolaboratif :
1.
Diskusikan dengan dokter tentang pentingnya merevisi
program obat jika bat tersebut menimbulkan gangguan tidur
2.
Diskusikan dengan dokter tentang penggunaan obat
tidur yang tidak menekan tidur REM
3.
Lakukan perujukan yang diperlukan untuk penanganan
gejala deprivasi tidur yang parah.
Aktivitas lain :
1.
Tangani gejala Deprivasi tidur, sesuai dengan
kebutuhan.
|
No.
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
7.
|
Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan cedera dinding toraks
atau jaringan paru, fail chest.
Defenisi : Penurunan simpanan energy yang
mengakibatkan ketidakmampuan individu untuk mempertahankan pernapasan yang
adekuat untuk mendukung hidup.
Batasan karakteristik :
1.
Ketakutan
2.
Dispnea
3.
Penurunan kerja sama
4.
Penurunan SaO2
5.
Penurunan PO2
6.
Penurunan volume tidal
7.
Peningkatan frekuensi jantung
8.
Peningkatan laju metabolic
9.
Peningkatan PCO2
10. Peningkatan
kegelisahan
11. Peningkatan
penggunaan otot bantu pernapasan.
Faktor yang berhubungan :
1.
Faktor-faktor metabolic
2.
Keletihan otot pernapasan
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, pasien
diharapkan gangguan ventilasi tidak terganggu ditandai dengan:
Hasil NOC(Nursing Outcomes Classification) :
1.
Respon
alergik : sitemik
2.
Respon
ventilasi mekanis : orang dewasa
3.
Status
pernapasan : pertukaran gas
4.
Status
pernapasan : ventilasi
Kriteria Hasil :
1.
Suhu tubuh
normal
2.
Nadi
normal
3.
Pernapasan
normal
4.
Tekanan
darah normal
5.
Menunjukan
status neurologis yang adekuat untuk mempertahankan pernapasan spontan
6.
Mempunyai
energy dan fungsi otot yang adekuat untuk mendapatkan pernapasan spontan.
|
NIC(Nursing Intervention Classification) :
1.
Ventilasi mekanik
2.
Pemantauan pernapasan
Aktivitas
keperawatan :
1.
Pantau adanya kegagalan pernapasan yang akan terjadi
2.
Pantau keefektifan ventilasi mekanik pada kondisi
fisiologis dan psikologis pasien
3.
Auskultasi suara napas, catat area penurunan atau
ketiadaan ventilasi, dan adanya suara napas tambahan.
4.
Pantau adanya krepitasi, jika perlu
Penyuluhan untuk
pasien/keluarga :
1.
Ajarkan pasien dan keluarga tentang rasional dan
sensasi yang akan dirasakan yang berhubungan dengan penggunaan ventilator
mekanik.
Aktivitas
kolaboratif :
1.
Konsultasikan dengan tenaga kesehatan lainnya dalam
pemilihan jenis ventilator
2.
Berikan analgesic narkotik, jika diperlukan
Aktivitas lain :
1.
Lakukan pengaturan dan pemasangan ventilator
2.
Lakukan hygiene mulut secara rutin
|
4.
Implementasi
Dari
hasil entervensi yang telah tertulis implementasi / pelaksanaan yang dilakukan
disesuaikan dengan keadaan pasien dirumah sakit pekasanaan perupakan
pengelolahan dan perwujudan, dan rencana tindakan yang meliputi beberapa
bagian, yaitu validasi, rencana keperawatan, memberikan asuhan keperawatan dan
pengumpulan data.
5.
Evaluasi
Evaluasi
adalah perbandingan yang sistematik dan terencana tentang keresahan klien
dengan berdasar tujuan yang telah ditetapkan.
Dalamevaluasi tujuan
tersebut terdapat 3 alternatif yaitu :
Tujuan tercapai :
1)
Pasien menunjukkan
perubahan dengan standart yang telah ditetapkan.
Tujuan
tercapai sebagian :
2)
Pasien menunjukkan
perubahan sebagai sebagian sesuai dengan standart yang telah ditetapkan.
Tujuan
tidak tercapai :
3)
Pasien tidak menunjukkan
perubahan dan kemajuan sama sekali.
DAFTAR
PUSTAKA
Carpenito, L.J. (1997).Diagnosa Keperawatan. Jakarta :
EGC.
Chin,
Daek.2014. Laporan Pendahuluan Trauma Dada. Terdapat :
http://daek-chin.blogspot.com/2014/11/laporan-pendahuluan-trauma dada.html.(diakses tanggal 28 April 2015).
Depkes. RI.
(1989). Perawatan Pasien Yang Merupakan Kasus-Kasus Bedah. Jakarta
: Pusdiknakes.
Doegoes, L.M.
(1999). Perencanaan Keperawatan dan Dokumentasian keperawatan.
Jakarta : EGC.
E, Marilynn Doenges,
Mary Frances Moorhouse and Alice C. Geissler. 1999. EGC: Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta: EGC.
Hudak, C.M. (1999) Keperawatan
Kritis. Jakarta : EGC.
Price,Sylvia
Anderson. 1995. Patofisiologi. Jakarta :EGC.
Pusponegoro, A.D.(1995). Ilmu
Bedah . Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Smeltzer, Suzanne C.
2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 . Jakarta : EGC.
Wilkinson, Judith M., & Nancy R. Ahern. (2013). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Diagnosa
Nanda, Intervensi Nic, Kriteria Hasil Noc, Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran : EGC